Jumat, 19 November 2010

Comfort Zone

Comfort Zone atau kondisi nyaman, yang saya maksud adalah kondisi dimana kita sebagai umat Islam, benar-benar dalam suasana baik, aman, tentram, selamat, dan lancar untuk melakukan segala aktivitas ibadah kepada Alloh. Kondisi ini patut kita syukuri sebagai limpahan tak terkira nilainya dari Sang Kholiq kepada kita, khususnya yang saat ini tinggal di Indonesia. Meski suasana politik naik turun, para orang tua sedang was-was dengan kasus video porno, dan rupiah masih sering terjun bebas, toh nyatanya umat Islam di Indonesia masih relatif terbilang sangat nyaman dalam melakukan segala aktivitas peribadahannya.

Namun apapun, dimanapun, dan bagaimanapun keadaannya, muslim sejati yang berpedoman dengan al Qur'an dan al Hadits secara murni, memang sudah seharusnya merasa bahwa dirinya ada dalam comfort zone. Bagaimana tidak? diri mereka sudah dijamin sepenuhnya "aman" oleh Yang Maha Kuasa. Sebagai contoh, sebuah hadits Nabi shollallohu 'alaihi wasallam menyebutkan:

taroktu fiikum amroini lan tadhillu maa tamaasaktum bihimaa kitabillahi wa sunnatin nabiyyihi (shollallohu 'alaihi wasallam).
artinya: telah kutinggalkan 2 perkara yang tidak akan sesat kalian jika berpegang teguh kepada keduanya; al Qur'an dan as Sunnah.

Atau ayat mulia ini:

وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ
artinya: ...dan barang siapa yang taat kepada Alloh dan RosulNya, akan memasukkan (Alloh) padanya ke surga.

Maka sudah selayaknya kita percaya bahwa jika memang kita telah masuk di "jalur yang benar", semua keraguan harus dibumihanguskan! Harus yakin! Jangan ada lagi pikiran seperti ini: "apakah ada diluar ini yang lebih baik dan benar?". Wow.. jangan seperti itu saudaraku, sifat orang yang beriman adalah kokoh sebagaimana kokohnya pohon besar yang tidak mudah ditumbangkan angin. Ada beberapa alasan:

1. Dasar ibadah benar
2. Niat lillahi ta'ala
3. Cara melaksanakannya sesuai dengan dasar dalil, bukan hanya teori yang justru menyesatkan

Sifat orang beriman adalah menggenggam keimanan dengan gigi geraham. Tidak kompromi. Maksudnya, semua syariat Islam selama masih memungkinkan dilaksanakan, pasti dilaksanakan sak pol kemampuan (semampunya). Orang beriman itu istiqomah atau konsisten, tidak mudah goyah. Soal akidah yang diyakini benar, tidak memerlukan adanya pembanding, tidak memerlukan perdebatan untuk lebih meyakinkan bahwa dirinya benar.

Soal ini dapat dilihat dari ilustrasi dibawah ini yang saya kutip dari kitab Syarhus Sunnah Imam Al Barbahari al Baghdadi, seorang pejuang Qur'an Hadits jaman dulu (salaf) asal Irak, sebagai berikut (dalam bahasa Inggris):

Dari ilustrasi diatas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa soal akidah, adalah soal keyakinan. Sederhana sekali menyimpulkannya:

Percaya? --> laksanakan sak pol kemampuan.
Tidak percaya? --> silakan tinggalkan.

Keyakinan adalah urusan masing-masing. Tidak ada paksaan. Jadi, buat apa terpengaruh untuk berdebat dengan orang-orang yang merasa diri mereka benar?. Bahkan dalam kitab tersebut, berdebat atau berbantah-bantahan dalam masalah agama/keyakinan merupakan hal yang diada-adakan (bid'ah).

Nasehatku untuk saudara-saudaraku dimanapun, tidak perlu cemas dan bingung untuk meyakini suatu yang kita yakin adalah benar dan telah terbukti benar. Kalau mau bingung, sekarang bukan saatnya lagi. Masa-masa itu jauh sudah lewat saudaraku! (soal ini insya Alloh akan saya ulas pada tulisan berikutnya). Alhamdulillah, berasarkan dalil Qur'an Hadits, ternyata kita sudah ada dalam comfort zone. Maka peganglah erat-erat keimanan ini sampai ajal tiba. Wa'bud robbaka hatta ya'tiyakal yaqiin!
oleh Teguh Prayogo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar