Jumat, 02 Desember 2011

Bersyukur (Di Dunia Kita Dihadapkan Pada Dua Persimpangan)


Oleh Dedy Soedijarto

Kita hidup di dunia ini hanya merupakan salah satu dari beberapa tahapan atau siklus kehidupan di dunia ini yang di ciptakan oleh Alloh SWT yang wajib kita lalui sebelum kita menjalani kehidupan yang kekal. Ibaratkan sekolah kita harus melewati yang namanya Alam roh, alam rahim, dunia, alam kubur dan akhirnya surga atau neraka yang merupakan hasil akhir apakah kita lulus atau tidak. Bedanya di sini kita tidak ada yang namanya HER alias ujian ulangan. Kalau kita tidak lulus ya neraka hadiahnya. Di alam dunia ini kita mengalami dua hal yaitu ujian nikmat dan musibah atau kegagalan. Untuk bisa melalui ujian tersebut kita harus bisa yang namanya bersyukur, baik itu atas nikmat ataupun musibah, semua harus di syukuri. Untuk bisa bersyukur kita harus beriman dulu, tau hukum-hukum (berilmu), beribadah serta beramal. Kalau hal itu kita tidak punya niscaya kita tidak akan bisa untuk bersyukur, seperti dalam sebuah hadist “Tidak terjadi pada seseorang kecuali bagi orang iman, jika ia mendapat kegembiraan maka dia bersyukur & jika mendapat kesusahan maka sabar dia (HR.Muslim)” Kita juga harus menjauhi sifat “WAHNA” yaitu sifat yang senang  akan kenikmatan dunia dan takut kepada akhirat. So.... kalau kita mempunyai sifat ini sudah bisa dipastikan hidup kita cukup puas hanya dengan dunia, mengejar kenikmatan dunia yang tentunya hanya sesaat. Karena kehidupan kekal sebenarnya setelah kita mati nanti.
Kenapa kita harus mensyukuri musibah..??? Musibah itu ujian buat kita yang di berikan oleh Alloh SWT yang maha segala-galanya untuk mengetahui apakah hambanya itu beriman atau tidak. Dengan nikmat pasti kita akan mudah sekali untuk bersyukur tapi dengan musibah itu yang susah, bahkan tidak jarang kita malah mengumpat, mencaci bahkan kita menyalahkan Sang Pencipta, nah ini yang harus kita hindari. Dengan sedikit ujian kita lantas jadi kuffur, massyaalloh kita yang rugi akhirat tentunya. Dibalik semua  cobaannya Alloh, Alloh sudah menyiapkan takdir yang terbaik buat kita. Rasa sesal selalu datang terlambat itu sudah Qodar.
Dalam menjalani kehidupan ini, kita di ibaratkan wayang dan Alloh adalah dalangnya, jadi lakon apapun yang di kehendaki sang dalang pasti akan terjadi. Kita sebagai wayang (Umat) hanya bisa berusaha dan berdoa agar kita mendapatkan segala sesuatunya yang terbaik. Sebagai wayang kita patut tunduk dan taat kepada dalang begitupun sebagai manusia kita wajib taat dan tunduk kepada Alloh SWT.
Hidup di dunia ini ibarat kita berada di dua persimpangan jalan, kalau ke kanan surga, kekiri neraka. Kita tinggal memilih, kalau mau ke kanan ya tinggal menetapi, mempersungguh dan mengamalkan Qur’an dan Hadist nah kalau ke kiri ya tinggal melakukan banyak pelanggaran, dapet deh neraka. Masuk neraka itu paling guuuaampang karena neraka itu tempat segala kenikmatan dunia. Contohnya ya berzina, maksiat, tidak iman kepada Alloh intinya. Kalau surga itu sebaliknya, berat dan banyak godaannya. Insyaalloh dengan kita terus mengaji mencari ilmu maka tidak ada yang berat di dunia ini. Di niatkan semuanya karena Alloh insyaalloh kita bisa mendapatkan surga selamat dari neraka. Dalam salah satu firmannya “Alloh berkata, jika engkau lebih mengejar duniawi dari pada mengejar dekat denganKu maka aku berikan,  tapi aku akan menjauhi kalian dari surgaku.....
Semoga coretan ini bisa bermanfaat dan barokah...!!!!!!

Senin, 31 Oktober 2011

Akhlaqul karimah

WA INNAKA LA ‘ALAA KHULUQIN ‘ADZIIM - Dan sesungguhnya engkau Muhammad niscaya memiliki akhlaq yang agung.” Demikian firman Allah SWT didalam Al-Quran Surat Al-Qolam (58:4).

Sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad adalah manusia yang jujur dan tidak memiliki cela, sehingga dijuluki al-Amin atau orang yang dapat dipercaya.
Demikian dihormatinya Muhammad, sehingga 5 tahun sebelum kenabian ketika terjadi banjir besar di Makkah dan batu Hajar Aswad hanyut dan diperbaiki, para tetua 4 suku di Makkah bertengkar tentang siapa yang berhak untuk mengembalikan batu hitam dari sorga itu ke tempatnya. Karena deadlock – buntu, maka para sesepuh itu akhirnya sepakat menyerahkan pengembalian batu itu ke Muhammad Al-Amin. Padahal ketika itu Muhammad baru berumur 35 tahun.

Sekiranya orang biasa diserahi kehormatan demikian, barangkali dengan rasa pongah dan membusungkan dada dikembalikannya batu itu sendirian. Tetapi tidak demikian dengan Muhammad. Dilepasnya sorbannya, dibentangkannya, diletakkannya Hajar Aswad itu diatas sorbannya, lalu dipersilahkannya para boss suku-suku itu menggotongnya rame-rame ke tempat asalnya di sudut Kabah, sampai akhirnya Muhammad meletakkannya di tempatnya.
Demikianlah contoh betapa mulianya akhlaq Muhammad di mata masyarakat, padahal saat itu beliau belum diangkat menjadi Nabi.



Pasca Kenabian.
Alangkah mulianya ahlak Rosulullah dapat dilihat dari hadits tentang sohabat Anas yang selama menjadi khodam – pelayan Rosululloh tidak pernah sekalipun ditegur Nabi dengan ucapan ‘uffin’ – “Ah!”.
Ketika Anas berbuat sesuatu yang Nabi sebetulnya tidak menghendakinya, tidak pernah sekalipun Nabi menegor “lima shona’tahu?” – mengapa engkau mengerjakan itu?
Ketika Anas tidak berbuat sesuatu padahal Nabi sebetulnya menghendakinya, tidak pernah sekalipun Nabi mengatakan “lima taroktahu?” – mengapa engkau tidak mengerjakan itu?

Boleh jadi ada orang berargumen, ah, itu kan karena Anas memang sohabat yang perfeksionis, orang yang serba sempurna, sehingga selama menjadi khodam tidak pernah berbuat kesalahan.
Sohabat Anas adalah manusia biasa. Siapakah manusia biasa yang bisa melayani tanpa salah, atau bisa dengan tepat menebak keinginan yang dilayaninya selama 10 tahun? Ya, menurut hadits itu, Anas menjadi khodam Nabi selama 10 tahun.
Bagaimana sesama anak Adam memperlakukan sesamanya, Nabi berwasiat kepada para khalifah supaya yu’addzim kabiiirohum– memuliakan orang tua, wa yarhama shoghiirohum dan menyayangi anak kecil. Nah, kalau kepada yang tua dan yang muda saja harus demikian, bagaimana kepada para peers alias yang sebaya?

Al ‘Ulya - As Sufla

Hubungan sesama manusia tidak mungkin terlepas dari al-‘ulya alias ‘yang di atas’ dan as-sufla alias ‘yang di bawah’. Contohnya pemimpin-bawahan, suami-isteri, ortu-anak, kakak-adik, dst.
Bagaimana Islam mengajarkan al-‘ulya harus bersikap kepada as-sufla?

Wahfidz janaahaka limanittaba’aka minal muminiina – Rendahkan sayapmu kepada orang iman yang mengikutimu. Fabimaa rohmatin minalloohi linta lahum – maka dengan rahmat dari Allah lemah lembut engkau Muhammad kepada mereka. Walau kunta faddhon gholiidhol qolbi lanfaddhuu min haulika – jika engkau keras dan kasar hati niscaya bubar mereka darimu Muhammad. Demikianlah beberapa dari perintah Allah yang ada didalam Al-Quran.
Hadits dari Anas diatas sudah lebih dari cukup untuk menunjukkan bagaimana luhurnya ahlak Muhammad sebagai al ‘ulya kepada seorang Anas sebagai as-sufla.
Umar bin Khottob terkenal galak diluar rumah, tetapi lemah lembut kepada isterinya. Ketika ditanya mengapa demikian, dijawabnya karena isterinya itulah yang melahirkan dan membersarkan anak-anaknya.

Ada lelaki sekarang yang nampak gentleman di luar, tetapi justru galak didalam rumah. Keras kepada isterinya, dan streng kepada anak-anaknya. Mereka stress manakala berjumpa dengan bapak biologisnya sendiri. Ini bukan rekaan. Buktinya ada UU KDRT - Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Tempelengan, bahkan lebih dari itu di kalangan keluarga, masih terjadi. Na’uudzu billaahi min dzaalika.
Sabda Nabi di sebuah hadits: “Alangkah hinanya seorang laki-laki yang berbuat kasar kepada isterinya, siang dipukuli, malam dikumpuli”. Kalau dalam istilah Kang Kabayan: ’beurang digebugan, peuting ditumpakan’.

Waspada Mulut
Nabi ditanya ‘an aktsari maa yudkhilun naasal jannata – tentang apa yang paling banyak menyebabkan orang masuk sorga. Apakah karena jagoan yang siap maju ke medan perang? Apakah karena banyak ilmu yang siap untuk diajarkan? Karena banyaknya harta yang siap untuk disedekahkan?
Ternyata jawab Nabi adalah: ’taqwalloohi wa husnul khuluqi’ – taqwa kepada Allah dan ahlak yang baik.
Lalu Nabi ditanya ‘an aktsari maa yudkhilun naasan naaro – tentang apa yang paling banyak menyebabkan orang masuk neraka?
Ternyata jawab Nabi mengejutkan: ’al famu wal farju’ - mulut dan farji.

Shodaqo Rosululloh, sungguh benar Nabi. Dengan mulut bisa bertengkar, berdebat, berbohong, naminah (adu-domba), ghibah (ngerasani, ngupat, menjelek-jelekkan) dan fitnah, serta memuji orang. Didalam Islam, memuji orang didepannya adalah larangan, karena bisa membunuh niat Karena Allah orang yang dipuji. Menimbulkan rasa riya. Qod qoto’ta ‘unuqo shoohibika – sungguh engkau telah memenggal leher saudaramu, demikian sabda Nabi kepada orang yang memuji orang lain didepannya.
Melaksanakan akhlaqul karimah itu ibarat meniti tangga. Yang menjunjung tinggi akhlaqul karimah ibaratnya menaiki tangga, semakin lama semakin tinggi, sampai ke summit atau puncak pencakar langit. Sebaliknya mereka yang mengabaikan akhlaqul karimah, ibaratnya menuruni tangga, semakin lama semakin rendah. Sampai ke basement.
Sangat banyak aspek tentang akhlaqul karimah. Oleh karena itu mengkhatamkan hadits Kitabul Adab atau ‘Buku tentang Tingkah-Laku’ baik di himpunan maupun di kitab hadits besar, seharusnya menjadi prioritas utama. Alhamdulillah, ternyata ucapan dan tingkah-laku dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi, ada adabnya.
Maka alangkah meruginya setelah jungkir balik siang-malam fastabiqul khoirot amal solih di segala bidang kegiatan agama termasuk organisasi, semua menjadi kontra-produktif  mubadzir gara-gara mengabaikan akhlaqul karimah. Bil khusus sesuai hadits diatas gara-gara mengabaikan untuk menjaga bagian yang paling banyak membawa manusia ke neraka: mulut.

Semua sudah pada tahu dalil fal yaqul khoiron au liyasmuth – lebih baik diam daripada mengumbar bicara. Jadi daripada tidak tahan untuk tidak berbicara tidak baik, atau tidak mampu “nasehat pait-madu”, demi mewujudkan akhlaqul karimah, mengapa tidak mencontoh sikap Nabi kepada Anas? Fa aina tadzhabuun?

Di kutip dari: www.nuansaonline.net

Selasa, 18 Oktober 2011

Perempuan Cantik Berakhlak Mulia

Kajian Kitab Bukhari

ditulis: Al-Mukarrom Ustad KH. Shobirun Ahkam,
pimpinan Pondok LDII Mulyo Abadi, Sleman, Yogyakarta
Di waktu fulan yang kaya masih perjaka berpikiran sederhana, “Istri saya harus muballighah.” Ternyata muballighah, yang dinikahi kufur (tidak bersyukur pada suami), diberi uang sebanyak apapun pasti habis dengan cepat, karena bertujuan agar suaminya tidak beruang untuk berpoligami. Kini fulan bertanya-tanya, “Kenapa kepemilikan kekayaan saya sebanyak ini akhirnya diatas namakan istri?.” Fulan yang pandai mengais rizqi itu kini berputusasa.

Fulana bernasib seperti fulan, warisan dari ayahnya berupa tanah yang sangat luas dihabiskan oleh istri hingga tetangganya hampir tak percaya. Tujuan istrinya juga agar suami tidak berkutik dan tidak berpoligami. Fulano dan fulang yang pejabat kaya-raya juga bernasib agak sama, dihalang-halangi mengaji oleh istri karena dikhawatirkan berpoligami. Memang termasuk yang paling berbahaya dalam kehidupan ini adalah wanita yang berakhlaq jelek. Jika hak lelaki dan wanita disamakan secara mutlak, pasti kaum hawa yang tak beruntung dan kaum lelaki akan terdesak. Inilah yang dimaksud, “Dzaalika adnaaa anlaa tauuluu (ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا), yang artinya: Itu upaya pendekatan kearah agar kalian tidak mendesak atau mengalahkan (suatu fihak). Maksudnya adanya Allah menjelaskan ayat-ayat berkenaan akhlaq adalah sebagai upaya pendekatan agar tidak ada fihak yang mendesak fihak yang lain.

Kenapa kaum hawa yang kaya, cantik, atau kejam, yang akan berkuasa di dalam kehidupan. Karena mereka punya senjata dahsyat, berhujah dan bertindak yang bisa membuat lelaki bisa iba atau tersudut atau takut. Orang terpandai sejagad SAW pun pernah tersudut dan iba pada wanita sehingga berani mengharamkan yang telah dihalalkan oleh Allah untuk beliau. Alhamdu lillah lalu Allah memberi wahyu yang menyadarkan pada belliau SAW. Kajian ini bukan untuk menyudutkan wanita berakhlaq jelek, tapi justru untuk menyadarkan pada semua fihak. Untuk itu penulis membedah Hadits Bukhari:
صحيح البخاري - ج 2 / ص 3
293 - حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ قَالَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ أَخْبَرَنِي زَيْدٌ هُوَ ابْنُ أَسْلَمَ عَنْ عِيَاضِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَضْحَى أَوْ فِطْرٍ إِلَى الْمُصَلَّى فَمَرَّ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي أُرِيتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ فَقُلْنَ وَبِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ قُلْنَ وَمَا نُقْصَانُ دِينِنَا وَعَقْلِنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَلَيْسَ شَهَادَةُ الْمَرْأَةِ مِثْلَ نِصْفِ شَهَادَةِ الرَّجُلِ قُلْنَ بَلَى قَالَ فَذَلِكِ مِنْ نُقْصَانِ عَقْلِهَا أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ قُلْنَ بَلَى قَالَ فَذَلِكِ مِنْ نُقْصَانِ دِينِهَا
Artinya (isnadnya tidak diartikan):
Ubu Said Al-Khudri RA berkata, “Rasulullah SAW pernah keluar di waktu Idul-Adha atau Idul-Fitri menuju tempat shalat. Lalu beliau lewat bertemu para wanita untuk bersabda ‘hai para wanita, shadaqahlah! Sungguh saya telah menyaksikan kalianlah lebih banyaknya penghuni neraka’. Sontak mereka berkata ‘kenapa ya Rasulallah?’. Nabi bersabda ‘kalian sering melaknat dan mengkufuri suami. Saya belum pernah mengerti orang-orang yang kurang akal dan agamanya yang lebih menghilangkan lubb (akal yang bersih dari hawa-nafsu dan emosi) daripada seorang kalian’.[1] Mereka bertanya ‘bagaimana kurangnya agama dan akal kami, ya Rasulallah?’. Nabi bersabda ‘bukankah (Allah menentukan) persaksian seorang wanita semisal setengah persaksian seorang pria?’. Mereka menjawab ‘betul’. Nabi bersabda ‘itu karena kurangnya akalnya. Bukankah jika haid tidak shalat dan tidak berpuasa?’. Mereka berkata ‘betul’. Nabi SAW bersabda ‘itu karena kurangnya agamanya’.”

Laknat, cercaan, cemoohan, mengkufuri, mencela, menangis, mengamuk, marah, adalah yang menjadi senjata andalan wanita. Ketika sejumlah wanita jelita ingin melihat Nabi Yusuf AS juga menggunakan cemoohan yang menyakitkan perasaan Zulaikha, “Masyak istri yang mulia secantik itu merayu pada budaknya. Sungguh landaan cintanya telah menguasainya. Sungguh kami berpandangan dia di dalam kebodohan yang nyata.” Walau Zulaikha marah, tapi mereka berhasil melihat Yusuf AS.

[1] Penulis mengartikan akal yang bersih dari hawa-nafsu dan emosi pada, “Lubb,” karena merujuk pada:
فتح الباري لابن حجر - ج 1 / ص 476 وَاللُّبّ أَخَصّ مِنْ الْعَقْل وَهُوَ الْخَالِص مِنْهُ

Senin, 03 Oktober 2011

Pengajian Umum DPC LDII Desa Jogjarejo Kab.OKU Timur Sumsel



Ada sebuah pepatah kuno yang mengatakan "Tuntutlah Ilmu sampai Kenegeri China". Tidak asing lagi ditelinga kita tentang pepatah ini tentunya, menyikapi hal itu Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) DPC  LDII Desa Jogjarejo pada hari minggu tanggal 18 September (18/9) mengadakan Pengajian Umum Desa yang di ikuti sekitar 12 PAC LDII  yg meliputi: Jogja Barat, Jogja Timur, Jogja selatan, Metro, Karang Tengah, Kedu, Sri Dadi, Sumber Agung, Suko Dadi, Rawa Bening, Serdang Kuring, serta Berasan dan di hadiri sekitar 300 jamaah.

Pengajian yang rutin di agendakan oleh pengurus enam bulan sekali ini di  isi oleh Bpk.Mukhlis, Bpk. Suyanto, Bpk.Untung Budiman, Bpk.H. Imam Nur Khoiri, dan di tutup oleh Bpk.Ngabidin yang  bermaterikan Makna Al-Qur'an, Makna Al-Hadist, dan Nasihat Pemantapan Yang bertujuan untuk meningkatkan tali silaturahmi serta keakraban bagi setiap jamaah, Selain itu pula menyikapi banyaknya pengaruh negatif dari luar yang begitu pesatnya maka hal ini juga bertujuan me refresh kita atau menyegarkan iman kita untuk membentengi  diri dari bahaya pengaruh tersebut.                                                                                                                                                                                                                                                 
Seperti Nasihat yang di sampaikan Bpk.H.Imam Nur Khoiri "
Dalam Al Quran dan Al Hadist telah dimuat ketentuan-ketentuan, hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perintah atau larangan, halal atau haram, pahala atau dosa dan surga atau neraka.
Umat Islam yang beribadah kepada Allah dengan berpedoman murni pada Al Quran dan Al Hadist tidak dicampuri dengan perbuatan syirik, khurofat, tahayul dan maksiat serta didasari niat karena Allah, semata-mata tujuan mencari Surga Allah dan takut akan siksa Allah berupa Neraka dijamin; Pasti Benar, pasti sah, pasti diterima oleh Allah dan pasti masuk surga selamat dari neraka sesuai dalil di bawah ini:

وَأَنَّ هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan sesungguhnya ini (Al Quran) adalah jalanKu yang benar maka ikutilah, dan janganlah mengikuti setiap jalan, maka akan tersesat kamu sekalian dari jalan Allah”.(QS Al An'am ayat 153)
3. Quran Surat Al Hasr ayat 7
مَّا أَفَاء اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاء مِنكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan apa-apa (peraturan) yang Rasul datangkan pada kalian maka ambillah, dan apa-apa yang Rasul melarang maka jauhilah”.(QS.Al Hasr ayat 7)

Sabda Rosulullah SAW:
عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ بَلَغَهُ أنَّ رَسُولِ اللهِ صَلَى اللَّه عَلَيهِ وَسَلَمَ قَالَ تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابِ اللهِ وَ سُنَّةِ نَبِّهِ * رواه مالك فى الموطأ
“Aku (Nabi) telah meninggalkan kepada kamu sekalian dua perkara. Kalian tidak akan tersesat (pasti benarnya) selagi berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitabillah (Al Quran) dan Sunah Nabi (Al Hadist)”.
Hadist riwayat Malik

فَإنَّ هَذَا الْقُرْأَنْ طَرَفُهُ بِيَد اللهِ وَ طَرَفُهُ بِأَيْدِكُمْ فَتَمَسَكُوْا بِهِ، فَإِنّكُمْ لَنْ تَهْلِكُوْا وَلَنْ تَضِلّوْا بَعْدَهُ أَبَدًا * رواه الطبرانى
“Maka sesungguhnya ini Al Quran ujungnya yang satu di tangan Allah dan ujung satunya di tangan kalian, maka berpegang teguhlah pada Al Quran. Maka sesungguhnya kalian tidak akan rusak selamanya (pasti selamat) dan tidak akan tersesat (pasti benar) bila berpegang tteguh pada Al Quran”.
Hadist riwayat Thobroni

By.Dedy Soedijarto

Kamis, 15 September 2011

Pengajian Desa Semalam Suntuk

Pengajian Desa Semalam Suntuk

Pengajian ini dilaksanakan rutin pada Malam minggu kedua setiap bulannya. Pengajian ini bertujuan untuk menambah Wawasan, Ilmu Serta kefahaman bagi Generus (Generasi Penerus). Selain tujuan itu, pengajian ini juga di tujukan untuk menghindarkan dari perbuatan-perbuatan maksiat bagi generus yang biasa kita temui pada khalayak ramai apabila malam akhir pekan tiba. Biasanya hal tersebut berwujud kegiatan berfoya-foya, Mojok alias nyepi dengan pacarnya...hal tersebut di khawatirkan akan menjerumuskan generasi kita ke hal-hal negatif. Peran serta orang tua juga sangat di perlukan dalam pengawasan terhadap ketertiban anaknya dalam hal Ibadah, pengajian ini juga wujud dari pembinaan yang tak kenal menyerah bagi pengurus muda/i LDII. LDII Makin maju dengan generasi-generasi yang briliant, Beriman serta berwawasan luas.

Sekarang sudah tidak heran lagi kalau kita dengar sepasang pengantin dengan gelar MBA gelar prestisius dari luar negeri sepertinya, tapi sekarang sring di plesetkan dalam bahasa jawa menjadi (Married By Accident)  sungguh ironis ya..menikah karena kecelakaan alias hamil duluan. Ditinjau dari jumlah penduduk, Indonesia menempati lima besar dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, dan mayoritas penduduknya beragama Islam. Hal ini berbanding terbalik dengan fakta di atas. Jumlah pernikahan dengan gelar MBA juga tidak kalah banyaknya.

Ini merupakan tantangan bagi kita warga LDII, khususnya pengurus untuk mendidik, membina, serta mengawasi generasi penerus kita supaya tidak terbawa dalam pergaulan yang salah. apalagi sekarang jaman canggih, jaman kemajuan tekhnology yg luar biasa. Dengan sekali pencet kita sudah bisa terhubung dengan dunia maya alias INTERNET. Yang nota bene internet berisi milyaran bahkan triliyunan informasi yang berisi bermacam-macam informasi, baik yang positif information ataupun yang negatif information. Kalau generus kita tidak kita bekali dengan iman yang kuat niscaya mereka akan terjerumus kedalamnya. Yang akan menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk kedalam generus yang kita bina ini. Internet bukan LAHAN, TV bukan LAHAN tapi yang lahan adalah ada di dalam hati dan kadar keimanan kita. Ibarat Pisau akan mendatangkan keburukan seandainya di pakai menodong, tapi pisau juga sangat bermanfaat di dapur ibu kita. Semua tergantung manusianya, apakah akan memanfaatkannya untuk kebaikan atau sebaliknya. Tidak jarang sekarang media INTERNET kita gunakan sebagai media dakwah contohnya: www.ldii.or.id, www.nuansaonline.net, www.jokambelitang.blogspot.com dan masih banyak lagi. Saya juga pernah membaca di Nuansa Persada kalau LDII DKI Jakarta pernah mengadakan Diklat Cyber Dakwah di Pan Pacific Hotel waktu itu. Kita sebagai warga LDII juga jangan sampai ketinggalan untuk memanfaatkan hal tersebut untuk Beramar makruf nahi munkar.

Oleh: Dedy Soedijarto

MENJADI SAKSI BERTEMPURNYA DOA DAN TAKDIR (cermin di TAHUN BARU

Assalamu laikum Wr.Wb

Ada orang sekuler yang mengatakan bahwa 'DOA' adalah bentuk ketidakberdayaan manusia..Kita jangan pernah percaya statement ngawur ini,karena Doa dalam Islam adalah justru upaya untuk mengubah ketidakberdayaan menjadi kekuatan baru.Coba simak sabda Nabi Muhammad SAW ; Doa itu senjata orang Iman,tiang agama,dan cahanya langit dan bumi (H.R.Hakim)
Dengan demikian,doa itu menjadi perisai kita dari segenap musibah.Jika perisai doa lebih kuat dari musibah,ia akan menolaknya,dalam hal ini mengubah takdir buruk menjadi baik..Tetapi jika musibah lebih kuat dari perisai doa kita,maka musibah akan menimpa kita.Dan apabila perisai doa seimbang dengan kekuatan musibah,maka keduanya akan bertarung....
Rasulullah SAW bersabda :
"Tidak ada gunanya waspada menghadapi takdir,namun doa bermanfaat menghadapi takdir sebelum dan sesudah ia turun.Dan sesungguhnya,ketika musibah itu ditakdirkan turun (dari langit),maka akan segera disambut oleh doa (dari bumi),lalu keduanya bertarung sampai hari kiamat" (H.R.Ahmad)
Makna dari sabda diatas intinya penegasan dari sabda Nabi SAW "Tidak ada yang bisa merubah Qodar kecuali Doa"..Meskipun takdir sudah diciptakan jauh sebelum kita dilahirkan,tapi kita diminta sebagai hambaNya untuk selalu berdoa agar takdir yang datang pada kita,sudah kita sambut dengan doa-doa yang selalu dan senantiasa kita panjatkan...Sehingga apabila takdir baik yang datang,maka dengan doa yang kita panjatkan,dengan sendirinya kita akan mampu mengemban amanat mendapat takdir yang baik...begitupun sebaliknya,bila meluncur takdir buruk/musibah datang dari Allah,kemudian sudah kita sambut dengan Doa yang kita panjatkan,maka kita akan kuat dan mampu mengembaan cobaaan/musibah yang diberikan.Jadi sebagai manusia,kita tidak bisa merekayasa Qodar,tapi kita bisa merubah qodar dengan kekuatan doa kita...Kita tidak ingin musibah jatuh dari pesawat,maka kita rekayasa dengan tidak naik pesawat seumur hidup kita,tapi kalau sudah takdirnya,bukan jatuh dari pesawat,tapi malah ketiban pesawat...Kita tidak mau anak kita jatuh dari motor,kemudian kita rekayasa dengan tidak memperbolehkan anak kita naik motor...benar dia tidak pernah jatuh sedang setir motor,tapi dia jatuh dibonceng motor,karena memang sudah takdirnya harus jatuh dari motor....Jadi sekali lagi kuncinya DOA...Kita harus menciptakan Doa menjadi sesuatu kekuatan,tapi bagaimana caranya?
Nah...ketika kita terimpit dan terlilit oleh problematika kehidupan,sesungguhnya yang dapat membuat kita bertahan adalah HARAPAN,dan yang menghilangkan energi hidup kita adalah saat kita kehilangan harapan itu.Maka dengan kita berdoa,sebenarnya kita sedang mendekati sumber dari semua kekuatan,dan apa yang segera terbangun dalam jiwa kita adalah harapan.harapan itulah yang akan membangunkan KEMAUAN...dan kemauan inilah yang akan berubah menjadi Azam(TEKAD).inilah gelombang jiwa yang dahsyat.Gelombang yang akan memberi daya dan energi yang dapat menggerakan raga kita untuk bertindak.kalau sudah seperti ini,yang kita perlukan hanyalah mempertemukan kehendak kita dengan kehendak Allah melalui Doa dan Tawakal...Fa idza azamta fa tawakal allallah (Al Imran 159)....Seperti itulah doa mempertemukan dua kehendak:Kehenak Allah dan kehendak manusia yang beriman...Itulah kekuatan Maha Dahsyat yang tidak ada satupun mahluk bisa mencegahnya bila kekuatan ini sudah bersatu....
Dengan petikan hadist di atas..ternyata kitalah orang iman yang menjadi pelaku dan sekaligus saksi bertemunya doa kita dengan takdir yang diturunkan Allah...Kita tinggal melihat satu persatu turunnya takdir yang sudah kita doakan...kita ikhlaskan takdir berjalan atas diri kita,kita yakini takdir ini adalah yang terbaik untuk kita...karena kita sudah maksimal berdoa kepada Nya...Pertanyaanya adalah sudah maksimalkah kita berdoa padaNya...Kalau belum,sekaranglah saatnya di tahun yang masih baru ini, kita asah doa kita,kita perbanyak doa kita,kita perkuat azam kita,setelah itu kita ikhlas dan tawakal atas semua takdir yang akan turun satu per satu di tahun ini,dan tahun tahun mendatang....Selamat Berjuang...
Wasalamu Alaikum Wr.Wb.

Oleh:Tito Irawan

Dalil-dalil Tentang Al Jama'ah

AL-JAMA’AH

A. Ta’rif

1. Ma’na menurut bahasa:

Asal kata:
جَمَعَ - يَجْمَعُ - جَمْعًا / جَمَاعَةً
artinya kumpulan atau himpunan. Jadi menurut bahasa Al-Jama’ah adalah kumpulan atau himpunan tertentu bukan sembarang himpunan atau kumpulan.

2. Ma’na menurut istilah:

Yang dimaksud dengan AL-JAMA’AH adalah JAMA’ATUL MUSLIMIN sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim dari Khudzaifah bin Al-Yaman yang berbunyi:
...تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ...
“... Engkau tetap pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka ...”

Adapun yang dimaksud dengan Al-Jama’ah adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Shahabat Ali bin Abi Thalib, yang berbunyi:
اَلسُّنَّةُ وَاللهِ سُنَّةُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاْلبِدْعَةُ مَا فَارَقَهَا وَ اَلْجَمَاعَةُ وَاللهِ مُجَامَعَةُ أَهْلِ اْلحَقِّ وَإِنْ قَلُّوْا وَ اْلفُرْقَةُ مُجَامَعَةُ أَهْلِ اْلبَاطِلِ وَاِنْ كَثَرُوْا
“Demi Allah, sunnah itu adalah sunnah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bid’ah itu adalah apa-apa yang memperselisihinya. Dan demi Allah, Al-Jama’ah itu adalah berkumpulnya ahlul haq sekalipun mereka sedikit dan Firqoh itu adalah berkumpulnya ahlul bathil sekalipun mereka banyak.” (Hamisy Musnad Imam Ahmad bin Hambal: I/109)

B. PERINTAH MENETAPI AL-JAMA’AH

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
(1) وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا وَاذْكُرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ {أل عمران:103}
(1) "Dan berpegang teguhlah kamu sekalian pada tali Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu berfirqah-firqah (bergolong-golongan), dan ingatlah akan ni’mat Allah atas kamu tatkala kamu dahulu bermusuh-musuhan maka Allah jinakkan antara hati-hati kamu, maka dengan ni’mat itu kamu menjadi bersaudara, padahal kamu dahulunya telah berada di tepi jurang api Neraka, tetapi Dia (Allah) menyelamatkan kamu dari padanya; begitulah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu, supaya kamu mendapat petunjuk.” (QS.Ali ‘Imran:103 )

Penjelasan:
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا
"Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada pada tali Allah seraya ber-JAMA’AH, dan janganlah kamu berfirqah-firqah...” (QS.Ali Imran:103)

Kalimat “Al-Jama’ah” pada ayat ini artinya adalah berjama’ah (bersama-sama/bersatu padu), karena:

1. Sesuai dengan makna yang diberikan oleh para ahli Tafsir, di antaranya Abdullah bin Mas’ud, ia menye butkan bahwa yang dimaksud adalah “Al Jama’ah” (Tafsir Al-Qurthuby:III/159, Tafsir Jaami’ul Bayan:IV/21)

2. Adanya qorinah lafdziyah, yaitu WALA TAFARROQU setelah kalimat JAMI’AN, Ibnu Katsir berkata bahwa yang dimaksud adalah “Allah memerintahkan kepada mereka dengan berjama’ah dan melarang mereka berfirqoh-firqoh.” (Tafsir Ibnu Katsir:I/189)

3. Az-Zajjaj berkata: “Kalimat JAMI’AN adalah dibaca nashab, karena menjadi HAAL.“ (Tafsir Zaadul Masir:I/433)

Maka artinya secara berjama’ah dalam berpegang teguh pada tali Allah. (Tafsir Abi Suud:II/66)

Tidak semua kalimat “JAMI’AN” dalam Al-Qur’an artinya “bersama-sama (berjama’ah / bersatupadu)”, seperti pula tidak semua kalimat “JAMI’AN” berarti “keseluruhan / semuanya”. Sedikitnya ada empat ayat dalam Al-Qur’an yang kalimat “JAMI’AN” harus diartikan “bersama-sama (berjama’ah/bersatu padu)”, yaitu: surat Ali Imran:103, surat An-Nisa:71, surat An Nur:61 dan surat Al-Hasyr:14

Khudzaifah bin Yaman Radliallahu ‘anhu berkata:

(2) كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ .
2) “Adalah orang-orang (para sahabat) bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang kebaikan dan adalah saya bertanya kepada Rasulullah tentang kejahatan, khawatir kejahatan itu menimpa diriku, maka saya bertanya: “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu berada di dalam Jahiliyah dan kejahatan, maka Allah mendatangkan kepada kami dengan kebaikan ini (Islam). Apakah sesudah kebaikan ini timbul kejahatan? Rasulullah menjawab: “Benar!” Saya bertanya: Apakah sesudah kejahatan itu datang kebaikan? Rasulullah menjawab: “Benar, tetapi di dalamnya ada kekeruhan (dakhon).” Saya bertanya: “Apakah kekeruhannya itu?” Rasulullah menjawab: “Yaitu orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku. (dalam riwayat Muslim) “Kaum yang berperilaku bukan dari Sunnahku dan orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau ketahui dari mereka itu dan engkau ingkari.” Aku bertanya: “Apakah sesudah kebaikan itu akan ada lagi keburukan?” Rasulullah menjawab: “Ya, yaitu adanya penyeru-penyeru yang mengajak ke pintu-pintu Jahannam. Barangsiapa mengikuti ajakan mereka, maka mereka melemparkannya ke dalam Jahannam itu.” Aku bertanya: “Ya Rasulullah, tunjukkanlah sifat-sifat mereka itu kepada kami.” Rasululah menjawab: “Mereka itu dari kulit-kulit kita dan berbicara menurut lidah-lidah (bahasa) kita.” Aku bertanya: “Apakah yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menjumpai keadaan yang demikian?” Rasulullah bersabda: “Tetaplah engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka!” Aku bertanya: “Jika tidak ada bagi mereka Jama'ah dan Imaam?” Rasulullah bersabda: “Hendaklah engkau keluar menjauhi firqoh-firqoh itu semuanya, walaupun engkau sam pai menggigit akar kayu hingga kematian menjumpaimu, engkau tetap demikian.” (HR.Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Fitan: IX/65, Muslim, Shahih Muslim: II/134-135 dan Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah:II/475. Lafadz Al-Bukhari).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(3) إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثًا وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلاَثًا يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَأَنْ تُنَاصِحُوا مَنْ ولاَّهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْ وَيَسْخَطُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ
(3 “Sesungguhnya Allah itu ridho kepada kamu pada tiga perkara dan benci kepada tiga perkara.
Adapun (3 perkara) yang menjadikan Allah ridho kepada kamu adalah:
1). Hendaklah kamu memper ibadati-Nya dan janganlah mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun,
2). Hendaklah kamu ber pegang-teguh dengan tali Allah seraya berjama’ah dan janganlah kamu berfirqoh-firqoh,
3). Dan hendaklah kamu senantiasa menasihati kepada seseorang yang Allah telah menyerahkan kepemimpinan kepadanya dalam urusanmu.
Dan Allah membenci kepadamu 3 perkara;
1). Dikatakan mengatakan (mengatakan sesuatu yang belum jelas kebenarannya),
2). Menghambur-hamburkan harta benda,
3). Banyak bertanya (yang tidak ber faidah).” (HR Ahmad, Musnad Imam Ahmad dalam Musnad Abu Hurairah, Muslim, Shahih Muslim: II/6. Lafadz Ahmad)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(4) أَنَا أّمُرُكْم بِخَمْسٍ أَللهُ أَمَرَنِى بِهِنَّ : بِاْلجَمَاعَةِ وَالسَّمْعِ وَ الطَّاعَةِ وَ الْهِجْرَةِ وَ اْلجِهَادِ فِى سَبِيْلِ اللهِ ، فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ اْلجَمَاعَةِ قِيْدَ شِبْرٍ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ اْلإِسْلاَمِ مِنْ عُنُقِهِ إِلَى اَنْ يَرْجِعَ وَمَنْ دَعَا بِدَعْوَى اْلجَاهِلِيَّةِ فَهُوَ مِنْ جُثَاءِ جَهَنَّمَ، قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَ اِنْ صَامَ وَصَلَّى ، قَالَ وَاِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ فَادْعُوا اْلمُسْلِمِيْنَ بِمَا سَمَّاهُمُ اْلمُسْلِمِيْنَ اْلمُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ
4) “Aku perintahkan kepada kamu sekalian (muslimin) lima perkara; sebagaimana Allah telah memerintahkanku dengan lima perkara itu; berjama’ah, mendengar, thaat, hijrah dan jihad fi sabilillah. Barangsiapa yang keluar dari Al Jama’ah sekedar sejengkal, maka sungguh terlepas ikatan Islam dari lehernya sampai ia kembali bertaubat. Dan barang siapa yang menyeru dengan seruan Jahiliyyah, maka ia termasuk golongan orang yang bertekuk lutut dalam Jahannam.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, jika ia shaum dan shalat?” Rasul bersabda: “Sekalipun ia shaum dan shalat dan mengaku dirinya seorang muslim!, maka panggillah oleh orang-orang muslim itu dengan nama yang Allah telah berikan kepada mereka; “Al-Muslimin, Al Mukminin, hamba-hamba Allah ‘Azza wa jalla.” (HR.Ahmad bin Hambal dari Haris Al-Asy’ari, Musnad Ahmad:IV/202, At-Tirmidzi Sunan At-Tirmidzi Kitabul Amtsal, bab Maa Jaa’a fi matsalis Shalati wa shiyami wa shodaqoti:V/148-149 No.2263. Lafadz Ahmad)

Umar bin Al-Khattab berkata:
(5) إِنَّهُ لاَ إِسْلاَمَ إِلاَّ بِجَمَاعَةٍ وَلاَ جَمَاعَةَ إِلاَّ بِإِمَارَةٍ وَلاَ إِمَارَةَ إِلاَّ بِطَاعَةٍ فَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى الْفِقْهِ كَانَ حَيَاةً لَهُ وَلَهُمْ وَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى غَيْرِ فِقْهٍ كَانَ هَلاَكًا لَهُ وَلَهُمْ
(5 “Sesungguhnya tidak ada Islam kecuali dengan berjama’ah, dan tidak ada Jama’ah kecuali dengan kepemimpinan, dan tidak ada kepe mimpinan kecuali dengan ditaati, maka barang siapa yang kaum itu mengangkatnya sebagai pimpinan atas dasar kefahaman, maka kesejahte raan baginya dan bagi kaum tersebut tetapi barangsiapa yang kaum itu mengangkatnya bukan atas dasar kefahaman, maka kerusakan baginya dan bagi mereka.” (HR.Ad-Darimi Sunan Ad-Darimi dalam bab Dzihabul ‘ilmi: I/79)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(6)... فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ اْلقَاصِيَةِ
6) “...maka wajib atas kamu berjama’ah, karena sesungguhnya serigala itu makan kambing yang sendirian.” (HR.Abu Dawud dari Abi Darda, Sunan Abi Daud dalam Kitabus Shalah: I/150 No.547)

C. Rahmat Allah beserta Orang yang Berjama’ah

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
(7) وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَهُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ يُدْخِلُ مَنْ يَشَاءُ فِي رَحْمَتِهِ وَالظَّالِمُونَ مَا لَهُمْ مِنْ وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ {الشورى:8}
(7 "Dan kalau Allah menghendaki niscaya Allah menjadikan mereka satu umat (saja), tetapi Dia memasukkan orang-orang yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Dan orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dan tidak pula seorang penolong.” (QS.Asy-Syuura:8)

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
(8) وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلاَ يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ . إِلاَّ مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأَمْلأَنَّ جَهَنَّمَ مِنْ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ {هود:118-199}
8) “Jika Tuhanmu menghendaki tentu Dia menja dikan manusia umat yang satu tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu (keputu san-Nya) telah diputuskan. Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (QS.Hud:118-119)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(9) اَلْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَ اْلفُرْقَةُ عَذَابٌ
9) "Jama’ah itu rahmat dan firqoh itu adzab.” (HR.Ahmad dari Nu’man bin Basyir, Musnad Ahmad:IV/278, Silsilah Ahaditsush Shohihah No.667)

D. Perpecahan itu Adzab

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
(10) قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ انظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُونَ{الأنعام:6}
(10 "Katakanlah: “Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan adzab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhati kanlah, betapa Kami mendatangkan kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya).” (QS.Al-An’am:65)

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
(11) إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ{الأنعام:159}
(11 "Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” (QS.Al-An’am:159)

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
(12) وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِي. فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ. فَذَرْهُمْ فِي غَمْرَتِهِمْ حَتَّى حِينٍ{المؤمنون:52،53،54}
(12 "Dan sesungguhnya (agama) tauhid ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertaqwalah kepadaKU. Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka menjadi terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu.” (QS.Al-Mu’minun:52,53, 54)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(13) اَلْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَ اْلفُرْقَةُ عَذَابٌ
(13 "Jama’ah itu rahmat dan firqoh itu adzab.” (HR.Ahmad dari Nu’man bin Basyir, Musnad Ahmad:IV/278, Silsilah Ahaditsus Shohihah No.667)

Mu’adz bin Jabal Radliallahu ‘anhu berkata:
(14) صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا صَلاَةً فَأَطَالَ فِيهَا فَلَمَّا انْصَرَفَ قُلْنَا أَوْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَطَلْتَ الْيَوْمَ الصّلاَةَ قَالَ إِنِّي صَلَّيْتُ صَلاَةَ رَغْبَةٍ وَرَهْبَةٍ سَأَلْتُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لأُمَّتِي ثَلاَثًا فَأَعْطَانِي اثْنَتَيْنِ وَرَدَّ عَلَيَّ وَاحِدَةً سَأَلْتُهُ أَنْ لاَ يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَعْطَانِيهَا وَسَأَلْتُهُ أَنْ لاَ يُهْلِكَهُمْ غَرَقًا فَأَعْطَانِيهَا وَسَأَلْتُهُ أَنْ لاَ يَجْعَلَ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ فَرَدَّهَا عَلَيَّ
(14) “Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat lalu beliau memanjangkannya, maka ketika telah selesai kami (para sahabat) bertanya: Ya Rasulullah pada hari ini engkau telah memanjang kan shalatnya.” Beliau menjawab: Sesungguhnya aku telah melaksanakan shalat dengan penuh suka dan duka, aku memohon kepada Allah Azza wa jalla tiga hal untuk ummatku, maka Dia memperkenankan yang dua hal dan menolak yang satu hal, aku memohon agar umatku tidak dikalahkan oleh musuh selain dari mereka (orang kafir), maka Allah memperkenankannya dan untuk tidak dibinasakan oleh banjir maka Allah memperkenankannya. Dan aku memohon kepada-Nya agar ummatku tidak berpecah belah tetapi Dia tidak memperkenankannya.” (HR.Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majalah dalam bab Maa yakuunu minal fitan: II/464, At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi:IV/409 No.2175. Lafadz Ibnu Majah)

E. Perpecahan itu perilaku orang-orang musyrik

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
(15) مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَلاَ تَكُونُوا مِنْ الْمُشْرِكِينَ . مِنْ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُون{الروم:31-32}
15) "Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS.Ar-Rum:31-32)

Yang dimaksud dengan kalimat “Jangan kamu termasuk orang-orang musyrik” disini adalah jangan menyerupai perbuatan mereka yang suka memecah belah agama, mengganti, merubah, mengimani sebahagian dan mengingkari sebahagian yang lain. (Tafsir Ibnu Katsir:III/418) Maka ayat ini memperingatkan kepada kaum muslimin supaya tidak mengikuti firqoh-firqoh seperti orang musyrik sebab telah jelas bahwa semuanya dalam kesesatan yang nyata (Tafsir Abi Su’ud:VII/61).
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
(16) شَرَعَ لَكُمْ مِنْ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَ تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ{الشورى:13}
16) “Dia (Allah) telah mensyari’atkan bagi kamu tentang Ad-Dien, apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami (Allah) wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu: “Tegakkanlah Ad-Dien dan janganlah kamu ber pecah-belah di tentangnya.” Berat bagi musyrikin menerima apa yang engkau serukan kepada mereka itu. Allah menarik kepada Ad-Dien itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petun juk kepada (Ad-Dien)-Nya orang yang kembali kepada-Nya.” (QS.Asy-Syura:13)

F. Al-Jama’ah itu Hizbullah

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
(17) إِنَّمَا وَلِيُّكُمْ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ . وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمْ الْغَالِبُونَ{المائدة:55،56}
17) “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” (QS.Al-Maidah:55-56)

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
(18) لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُوْلَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمْ اْلإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا اْلأَ نْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُوْلَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلاَ إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمْ الْمُفْلِحُونَ{المجادلة:22}
18) "Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari padanya. Dan dimasukkannya mereka ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridho terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat) Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.” (QS.Al-Mujadalah:22)

G. Ancaman meninggalkan Al-Jama’ah

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(19) مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً وَمَنْ قَاتَلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَغْضَبُ لِعَصَبَةٍ أَوْ يَدْعُو إِلَى عَصَبَةٍ أَوْ يَنْصُرُ عَصَبَةً فَقُتِلَ فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ وَمَنْ خَرَجَ عَلَى أُمَّتِي يَضْرِبُ بَرَّهَا وَفَاجِرَهَا وَلاَ يَتَحَاشَى مِنْ مُؤْمِنِهَا وَلاَ يَفِي لِذِي عَهْدٍ عَهْدَهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ
(19) “Barangsiapa yang keluar dari ketaatan dan memisahkan diri dari Al-Jama’ah, maka ia mati laksana kematiannya orang Jahiliyah dan barangsiapa yang berperang di bawah bendera keashobiahan (kesukuan) dia marah karena kesukuannya atau mengajak kepada keashobiahan dan menolong karena keashobiyahannya lalu dia terbunuh maka kematiannya laksana kematian Jahiliyah dan barangsiapa yang keluar dari umatku kemudian memusuhi orang-orang yang baik maupun yang fajir di antara umatku dan tidak mengecualikan orang-orang yang beriman dari mereka dan tidak menepati kepada orang yang diberi janji yang ia telah berjanji kepadanya maka dia bukan dari umatku dan aku bukan dari golongan mereka.” (HR.Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaaroh: II/135, Ahmad, Musnad Imam Ahmad bin Hambal:I/70, Ad-Darimi, Sunan Ad-Darimi:II/241, Abu Dawud, Sunan Abu Dawud:IV/241. Lafadz Muslim)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(20) لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ الثَّيِّبُ الزَّانِي وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ
20) “Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena tiga hal; orang yang telah kawin yang berzina, qishoh (pembunuhan), dan orang yang meninggalkan agamanya yaitu orang yang memisahkan diri dari Jama’ah.” (HR.Muslim dari Abdullah, Shahih Muslim dalam Kitabul Qosamah wal muharibin: II/40, Ahmad, Musnad Ahmad: I/382, Abu Daud, Sunan Abu Daud: IV/126, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah: II/847, An-Nasai Sunan An-Nasa’i: VII/90, At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi:IV/12 dan Ad-Darimi Sunan Ad-Darimi:II/218. Lafadz Muslim)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(21) إِنَّهُ سَيَكُونُ بَعْدِي هَنَاتٌ وَهَنَاتٌ فَمَنْ رَأَيْتُمُوهُ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ أَوْ يُرِيدُ يُفَرِّقُ أَمْرَ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَائِنًا مَنْ كَانَ فَاقْتُلُوهُ فَإِنَّ يَدَ اللَّهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ يَرْكُضُ
21) “Sesungguhnya akan ada setelahku kerusakan dan keburukan maka barangsiapa yang kamu melihatnya telah memisahkan diri dari Al Jama’ah atau hendak memecah belah urusan umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana dia berada maka bunuhlah ia. Maka sesung guhnya tangan Allah itu beserta Al-Jama’ah dan sesungguhnya syaitan itu akan sangat dekat bersama orang yang memisahkan diri dari Al Jama’ah.” (HR.An-Nasai, Sunan An-Nasai dalam Kitab Tahrimud Dam:VII/92, Muslim, Shahih Muslim:II/136 dan Ahmad, Fathurrobbani:XXIII/8. Lafadz An-Nasa’i)

H. Pahala menetapi Al-Jama’ah

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(22) نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا وَحَفِظَهَا وَبَلَّغَهَا فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ ثَلَاثٌ لاَ يُغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ مُسْلِمٍ إِخْلاَصُ الْعَمَلِ لِلَّهِ وَمُنَاصَحَةُ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَلُزُومُ جَمَاعَتِهِمْ فَإِنَّ الدَّعْوَةَ تُحِيطُ مِنْ وَرَائِهِمْ
(22 “Allah akan memberikan wajah yang cerah kepada seseorang yang mendengar sabdaku lalu memperhatikannya dan menghafalnya serta menyampaikannya. Maka bisa jadi seseorang menyampaikan itu kepada orang yang lebih faham.
Tiga hal yang hati seseorang muslim tidak akan dengki atasnya;
1) Ikhlas dalam beramal,
2) Menasehati Imaamul Muslimin dan
3) Menetapi Jama’ah Muslimin.
Maka sesungguhnya do’a mereka itu mengikuti dari belakang mereka.” (HR.At-Tirmidzi dari Abdullah bin Mas’ud, Sunan At-Tirmidzi dalam Kitabul iIlmi:V/33 No.2656, Ad-Darimi, Sunan Ad-Dirimi:I/76)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(23) أَلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ زَادَ ابْنُ يَحْيَى وَعَمْرٌو فِي حَدِيثَيْهِمَا وَإِنَّهُ سَيَخْرُجُ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ تَجَارَى بِهِمْ تِلْكَ ا ْلأ هْوَاءُ كَمَا يَتَجَارَى الْكَلْبُ لِصَاحِبِهِ وَقَالَ عَمْرٌو الْكَلْبُ بِصَاحِبِهِ لاَ يَبْقَى مِنْهُ عِرْقٌ وَلاَ مَفْصِلٌ إِلاَّ دَخَلَهُ
(23) “Ingatlah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari ahli kitab itu berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan dan sesungguhnya umat ini akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, yang tujuh puluh dua golongan di dalam neraka sedang yang satu di dalam surga, yaitu Al-Jama’ah dan sesungguhnya akan ada dari ummatku beberapa kaum yang dijangkiti oleh hawa nafsu sebagaimana menjalarnya penyakit anjing gila dengan orang yang dijangkitinya, tidak tinggal satu urat dan sendi ruas tulangnya, melainkan dijangkitinya.” (HR. Abu Dawud dari Muawiyah bin Abi Sofyan, Sunan Abu Dawud dalam Kitabus Sunnah:IV/198 No.4597, Ahmad, Musnad Ahmad:III/145-IV/102 Lafadz Abu Dawud)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(24) افْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَإِحْدَى وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ هُمْ قَالَ الْجَمَاعَةُ
(24 “Orang-orang Yahudi berpecah belah menjadi tujuh puluh satu golongan, satu golongan masuk syurga sedangkan yang tujuh puluh golongan masuk ke dalam neraka, dan orang orang Nasrani berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, tujuh puluh satu masuk ke dalam neraka sedangkan yang satu golongan masuk ke dalam syurga. Demi dzat yang diri Muhammad ada di genggaman-Nya niscaya umatku akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, maka yang satu golongan masuk ke dalam surga sedang yang tujuh puluh dua golongan masuk ke dalam neraka, ditanyakan kepada Rasulullah: Siapakah mereka itu (golongan yang masuk ke dalam syurga)? Beliau bersabda: “Al-Jama’ah.” (HR.Ibnu Majah dari Auf bin Malik, Sunan Ibnu Majah dalam Kitabul Fitan:II/479 dan At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi:V/2641, Lafadz Ibnu Majah)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(25) أُوصِيكُمْ بِأَصْحَابِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَفْشُو الْكَذِبُ حَتَّى يَحْلِفَ الرَّجُلُ وَلاَ يُسْتَحْلَفُ وَيَشْهَدَ الشَّاهِدُ وَلاَ يُسْتَشْهَدُ أَلاَلاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إلاَّكَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ اْلإِثْنَيْنِ أَبْعَدُ مَنْ أَرَادَ بُحْبُوحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَذَلِكُمُ الْمُؤْمِنُ
(25 “Aku wasiatkan kepada kamu untuk berbuat baik kepada para sahabatku, kemudian kepada generasi yang setelah mereka dan kemudian pada generasi yang setelahnya, kemudian setelah itu akan tersebar kebohongan sehingga seseorang akan bersumpah sedangkan dia tidak diminta untuk bersumpah dan akan memberikan kesaksian sedangkan ia tidak diminta kesaksiannya. Ingatlah tidaklah sekali-kali seorang laki-laki bersepi sepian dengan seorang wanita (yang bukan muhrimnya), kecuali yang ketiganya itu syaitan, maka wajib atas kamu berjama’ah dan jauhilah berfirqoh-firqoh karena sesungguhnya syaitan itu berserta orang yang sendirian dan dia akan menjauh dari dua orang. Barangsiapa yang menginginkan bangunan di syurga, maka hendak lah menetapi Al-Jama’ah dan barangsiapa yang kebaikannya menjadikan ia gembira dan kejelek kannya menjadikan ia sedih maka itulah tanda orang yang beriman.” (HR.At-Tirmidzi dari Umar bin Al-Khattab, Sunan At-Tirmidzi dalam Kitabul Fitan:IV/404 No.2165 dan Ahmad, Musnad Ahmad:I/18, Lafadz At-Tirmdzi)

I. Periodisasi Masa Kekhilafahan

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(26) تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ
(26 ”Adalah masa Kenabian itu ada di tengah tengah kamu sekalian, adanya atas kehendaki Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), adanya atas kehandak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya (menghentikannya) apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menggigit (Mulkan ‘Adldlon), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia meng hendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menyombong (Mulkan Jabariyah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah).”Kemudian beliau (Nabi) diam.” (HR.Ahmad dari Nu’man bin Basyir, Musnad Ahmad:IV/273, Al-Baihaqi, Misykatul Mashobih hal 461. Lafadz Ahmad).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(27) الْخِلاَفَةُ فِي أُمَّتِي ثَلاَثُونَ سَنَةً ثُمَّ مُلْكٌ بَعْدَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ لِي سَفِينَةُ أَمْسِكْ خِلاَفَةَ أَبِي بَكْرٍ ثُمَّ قَالَ وَخِلاَفَةَ عُمَرَ وَخِلاَفَةَ عُثْمَانَ ثُمَّ قَالَ لِي أَمْسِكْ خِلاَفَةَ عَلِيٍّ قَالَ فَوَجَدْنَاهَا ثَلاَثِينَ سَنَةً قَالَ سَعِيدٌ فَقُلْتُ لَهُ إِنَّ بَنِي أُمَيَّةَ يَزْعُمُونَ أَنَّ الْخِلاَفَةَ فِيهِمْ قَالَ كَذَبُوا بَنُو الزَّرْقَاءِ بَلْ هُمْ مُلُوكٌ مِنْ شَرِّ الْمُلُوكِ
(27 “Masa pada ummatku itu tiga puluh tahun kemudian setelah itu masa kerajaan. Kemudian Safinah berkata kepadaku: peganglah kekhalifahan Abu Bakar, kekhalifahan Umar, kekhalifahan Utsman dan kekhalifahan Ali. Maka aku dapatinya masa kekhalifahan itu tiga puluh tahun, Said berkata: “Saya bertanya kepadanya, sesungguhnya Bani Umayyah mengaku bahwa masa kekhalifahan itu ada pada mereka.” Ia berkata: “Banu Zurqo telah berdusta bahkan mereka itu para raja dari seburuk-buruk raja.” (HR.At Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi dalam Kitabul Fitan:IV/436 No.2226 dan Abu Dawud, Sunan Abu Dawud:IV/211 No.4646, Lafadz At-Tirmidzi)

Amalan Andalan: Mencari Wajah Alloh

“Ya Allah, hamba seorang penggembala, mempunyai orang tua, isteri, dan anak-anak. Setiap hari hamba memerah susu, lalu memberikannya kepada orang tua hamba dulu, baru kepada yang lainnya.”
“Suatu hari hamba mencari kayu bakar ke tempat yang jauh. Sekembalinya, seperti biasanya hamba tetap memerah susu. Karena kemalaman, ketika hamba menghaturkannya, kedua orang tua hamba sudah tertidur” seorang lelaki yang terperangkap didalam gua yang lubangnya tertutup oleh sebongkah batu besar, laporan kepada Alloh.
“Walaupun anak-anak hamba yang masih kecil-kecil menangis semalaman karena kelaparan, hamba tidak memberikan susu itu kepada mereka sampai pagi hari ketika orang tua hamba bangun. Setelah kedua orang tua hamba meminumnya, barulah hamba berikan susu itu kepada anak-anak hamba.”
Kisah luar-biasa, yang hanya laki-laki yang prima dalam hal birrul waalidaini ~ hormat kepada orang-tua yang bisa melakukan Amdal (Amalan Andalan) seperti itu. Sekarang simak kisah berikut, yang dilaporkan kepada Alloh oleh laki-laki kedua:
“Ya Alloh, hamba punya sepupu anak paman yang cantik, dan hamba mencintainya. Ketika hamba memintanya untuk melayani hamba, dia menolak, dan baru bersedia jika hamba bisa memberinya 100 dinar. Lalu hamba bekerja keras sampai uang terkumpul. Ketika hamba memberikan uang itu kepadanya, dan hamba sudah diatas tubuhnya, sepupu hamba itu berkata: Wahai Hamba Alloh, takutlah kepada-Nya. Janganlah engkau lakukan perbuatan nista. Lalu hamba pun membatalkan niat hamba, dan meninggalkannya.”
Lagi-lagi kisah luar biasa yang hanya laki-laki yang yahud keimanannya dan mampu mengendalikan diri yang bisa melakukan Amdal seperti itu. Sekarang simak kisah Amdal unik tentang majikan super jujur, yang dilaporkan oleh laki-laki terakhir, ketiga:
“Ya Alloh, hamba punya pegawai. Sebelum sempat upahnya hamba berikan, pegawai itu keburu pergi. Upah itu kemudian hamba jadikan modal usaha sampai terwujud seekor sapi. Ketika kemudian pegawai itu datang untuk meminta upahnya, hamba serahkan sapinya. Pegawai itu marah karena menyangka hamba mempermainkannya. Hamba katakan, itu adalah upahmu yang dulu tidak sempat diambil dan diputar menjadi usaha dan sapi itu adalah hasilnya. Ambillah. Lalu pegawai itu membawa pergi sapinya”
Pasca melaporkan Amdal, mereka lalu berdo’a: Fain kunta ta’lamu annii fa’altu dzaalika ibtighooa wajhika ... ~ Maka jika Engkau tahu bahwa sesungguhnya hamba berbuat demikian itu untuk mencari Wajah-Mu ... bukalah mulut gua ini. Pertolongan Alloh yang tidak terduga, terjadi! Setelah setiap orang selesai berdoa, batu bergeser. Setelah bergeser 3 kali, sedikit demi sedikit, akhirnya gua menjadi terbuka, dan ketiganya bisa keluar.
Kisah Amdal 3 laki-laki ini bukanlah kisah sembarang kisah, karena kisah itu disampaikan oleh Rosululloh Shollalloohu ‘Alaihi Wasallaam, dan diriwayatkan di hadits Sohih Bukhori. Ooo, alangkah nikmat memiliki Amdal yang bisa dipakai untuk laporan, lalu berdo’a ...
Pernahkah seorang isteri mengalami masa ketika langit serasa pecah, bintang serasa berjatuhan, ringkasnya serasa kiamat dah, gara-gara tingkah suami yang sesungguhnya tidak maksiat tetapi sangat membencikan? Nyebelin! Tetapi isteri tadi tetap sabar, istiqomah ~ konsisten dengan ke WWW (Wildest Wanted Woman) annya? Tetap takdzim kepada suami?
Pernahkah seorang ayah mengalami masa ketika gunung serasa beterbangan, laut serasa dikeringkan, ringkasnya serasa kiamat juga dah, gara-gara di boikot anak-isteri atas perbuatan yang sesungguhnya menjadi fitrah laki-laki? Ngeselin! Tetapi ayah tadi tetap sabar, istiqomah ~ konsisten dengan ke MMM (Most Mature Man) annya? Tetap dewasa dan nasihat ngatur adil bil ma’ruf kepada keluarganya?
Pernahkah menyerahkan waktu, tenaga, pikiran dan harta habis-habisan demi agama Alloh? Pernahkah melaksanakan hijrah yang sangat berat? Hijrah (pindah jurusan) kuliah, hijrah (pindah) bekerja, hijrah (mengungsi) tempat tinggal, hijrah (say goodbye to:) pacaran demi kecintaan kepada Alloh? Itulah Amdal yang tidak setiap saat bisa -dan setiap orang mampu- melakukannya, sebagaimana amalan luar biasa yang dilakukan oleh 3 orang yang terperangkap di gua tadi.
Bulan-bulan ini majelis-majelis ta’lim dimana-mana sedang mengkaji Amdal berupa amalan ringan yang bisa dikerjakan setiap orang, tetapi dikerjakan secara konsisten dan persisten. Suatu ketika Nabi bertanya kepada Bilal, mempunyai amalan apakah gerangan Bilal sehingga Nabi mendengar suara sandal Bilal disorga, padahal Bilalnya sendiri masih hidup! Jawab Bilal, mengerjakan solat sunnat setiap setelah selesai wudlu. Jadi marilah memiliki Amdal dengan menjadi ahli solat (sunnat), dan atau ahli puasa (sunnat), dan atau ahli sodaqoh, dan atau ahli membaca Al-Quran, dan atau ahli dzikir, dsb.
Tapi, sssssttt...! Jangan sampai Amdal dicerita-ceritakan, loh. Bisa-bisa malah mendatangkan Adzab Alloh gara-gara riya, sebagaimana pemilik Amdal sodaqoh tetapi ternyata ingin disebut dermawan, pemilik Amdal berperang tetapi ternyata ingin disebut pahlawan, dan pemilik Amdal ilmunya banyak tetapi ternyata ingin disebut pintar. Kalau sudah begitu, Amdal bisa berubah menjadi Amtal (Amalan Batal)
Pernahkah dengar: “Dinda setia kepada Kanda, tapi kenapa loe tidak loyal ama gue?.” atau kalimat sebangsanya? Pernahkah dengar: “Aku sudah berbuat baik, tapi mannna balasannnmu?” atau kalimat sebangsanya?. Itulah kalimat yang melanggar ayat: Yaa ayyuhalladziina aamanuu laa tubtilu shodaqootikum bil manni wal adza ~ hai orang-orang beriman, jangan kau batalkan shodaqohmu dengan mengundat-undat kebaikan dan menyakiti. Jadi beda Amdal dengan Amtal sangat tipis. Batasnya lisan yang mengajak undat-undat dan kereteg hate ~ bisikan hati yang mengajak riya. Na’uudzu billaahi min dzaalika...
So, carilah Amdal! Jika belum punya, segera buatlah Amdal! Lalu jagalah Amdal jangan sampai menjadi Amtal. Sebab punya apa diri ini untuk negosiasi dengan-Nya selain Amdal yang dengannya mencari Wajah-Nya, lalu berdo’a, sebagaimana yang dikisahkan Nabi-Nya? Fa-aina Tadzhabuun?
Oleh: Teddy Suratmadji

Selasa, 30 Agustus 2011

Sholat Ied di Kelompok Karang Tengah

Sholat ied kali ini tidak kalah meriahnya dengan tahun-tahun sebelumnya. Sholat ied 1432H di imami oleh mubaligh kita Pak Miswadi, di lanjutkan dengan nasihat oleh mubaligh kita Pak Winarso. Dilanjutkan dengan makan bersama untuk meningkatkan tali persaudaraan. Kæmi segenap pengurus jokam Belitang mengucapkan Selamat Idul Fitri 1432H..taqobalallohu mina waminkum..

Sabtu, 05 Februari 2011

MAKAN DARI HASIL KERINGAT SENDIRI

 Hadist Ibnu Majah Jus 2 No. 2128 Kitabu Tijaroh (Shohih)

2128 - حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ حَبِيبٍ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَإِنَّ وَلَدَهُ مِنْ كَسْبِهِ
…dari Aisah (RA) berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya sebaik-baiknya yang dimakan seseorang adalah hasil kerjanya sendiri, dan sesungguhnya anaknya merupakan hasil kerjanya”.

Hadist Ibnu Majah Jus 2 No. 2129 Kitabu Tijaroh (Shohih)

2129 - حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ بَحِيرِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِيكَرِبَ الزُّبَيْدِيِّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا كَسَبَ الرَّجُلُ كَسْبًا أَطْيَبَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَمَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ وَوَلَدِهِ وَخَادِمِهِ فَهُوَ صَدَقَةٌ
…dari Al Mikdam bin Ma’diikaribu Azubaidii dari Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah seseorang bekerja suatu pekerjaan yang lebih suci daripada hasil kerja tangannya, dan apa-apa yang ia belanjakan untuk dirinya, keluarganya, anak-anaknya dan pembantunya maka itu merupakan shodakoh”.

Keterangan:

  • Orang yang makan dari hasil keringatnya sendiri itu jauh lebih baik daripada hasil dari meminta-minta, hasil sumbangan atau hasil kejahatan.
  • Orang yang bekerja itu lebih baik dari pada menggantungkan hidup dari orang lain.
  • Orang tua (ayah dan ibu) berhak makan hasil kerja anaknya dan tidak dihukumi sebagai minta-minta. Hasil kerja anak termasuk menjadi hasil kerja orang tua.
  • Hasil kerja yang dibelanjakan untuk menghidupi keluarga, anak istri dan pembantu itu dicatat sebagai shodakoh dan berpahala di sisi Allah.
Oleh: LDII Sidoarjo

Kamis, 27 Januari 2011

Pondok Pesantren LDII Burengan Kediri


I. Pendahuluan
Hingga saat ini kajian ilmiah mengenai Pondok Pesantren Burengan (PPB) yang terletak di kota Kediri sebagai salah satu pondok pesantren besar di Indonesia masih belum memadai. Padahal selama satu dekade terakhir ini PPB mengalami perkembangan yang luar biasa. Sejak tahun 2001 misalnya, PPB mengelola dan mendidik siswa (santri) mukim rata-rata berjumlah 1700 orang.1 Angka itu belum mencakup santri kalong yang pada saat tertentu secara periodik dapat mencapai 3000 orang.2 PPB tidak hanya mendidik santri-santri yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia tetapi juga dari luar negeri seperti Singapura Malaysia, Perancis, Belanda, Suriname, dan sebagainya. Dengan demikian alumni PPB juga menyebar di hampir seluruh wilayah di Indonesia dan luar negeri.
Apa yang digambarkan di atas berhubungan dengan efektifitas dan efisiensi dari sistem pendidikan yang diterapkan di PPB. Sistem pendidikan di pesantren ini terutama berbasiskan pada kajian intelektual dari sumber ilmu Islam yaitu Al Qur’an an Al Hadits. Metode pembelajaran yang diterapkan di pesantren ini berpegang pada kajian tekstual yang ditransformasikan dalam bentuk-bentuk kultural yang bersifat kontektual dan kemudian dimanifestasikan dalam prilaku yang islami.
Keunikan PPB juga dapat dilihat dari sarana dan prasarana yang dimilikinya. Pesantren ini memiliki sarana gedung yang cukup representatif baik untuk ruang belajar, tidur, kamar mandi, perpustakaan, aula pertemuan dan olah raga, masjid, dapur dan sebagainya. Masjid yang berada di komplek pondok juga dilengkapi dengan menara setinggi 90 M. Apa yang paling menarik adalah kebersihan podok pesantren kelihatan sangat terjamin. Hal ini berbeda dengan citra pondok pesantren tradisional selama ini yang diidentikkan dengan penyakit kulit karena kejorokannya. Hal yang juga menarik adalah bahwa ribuan alumni lulusan PPB ini terserap oleh kebutuhan masyarakat modern yang haus secara spiritual. Mereka menjadi mubaligh di berbagai penjuru di Indonesia dan beberapa negara di luar negeri.
Dengan latar belakang itulah artikel ini akan mengkaji bagaimana sistem pendidikan PPB sehingga mampu berkembang menjadi pondok pesantren yang mampu menjadi rahmatan lil alamin bukan hanya bagi masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat dunia. Artikel ini akan lebih memfokuskan pada kajian model pembelajaran hukum-hukum Islam di PPB. Penekanan pada kajian model pembelajaran ini sangat penting karena model pembelajaran akan mempengaruhi dan menentukan pola berpikir dan berperilaku para santri alumni dalam kehidupan masyarakat.3
II. Potret Pondok Pesantren Burengan
A. Sejarah Singkat
Pondok Pesantren LDII Burengan atau juga dikenal dengan nama Pondok Burengan terletak di jalan H.O.S. Cokroaminoto 195 Kediri, propinsi Jawa Timur. Pondok Burengan memiliki sejarah yang cukup panjang. Pondok pesantren ini didirikan oleh K.H. Nurhasan Al Ubaidah pada tahun 1952 dengan nama Pondok Pesantren Burengan-Banjaran Kediri. Pada waktu itu kondisi bangunan pondok masih sangat sederhana yaitu dengan dinding bambu dan lantai tanah. Dengan perjuangan dakwah yang tidak mengenal lelah dan penuh dengan pengorbanan akhirnya K.H. Nurhasan Al Ubaidah berhasil mengembangkan pondok pesantren ini dengan cepat.
Pada awal perkembangannya, strategi dakwah yang digunakan adalah dengan menyelengarakan asrama khataman Al Qur’an dan Hadits yang diselenggarakan dengan cara keliling (dengan tempat yang berpindah-pindah). Bahkan tidak jarang K.H. Nurhasan melayani debat terbuka dengan para kyai terkenal di kawasan Jawa Timur.4 Asrama khataman yang pertama diselenggarakan pada tahun 1954 yang pada waktu itu diikuti oleh 30 laki-laki dan 10 perempuan. Pada tahun 1956, kegiatan asrama Al Qur’an diselenggarakan di Jalan Panggung Sasak Surabaya dengan diikuti oleh sekitar 100 orang. Strategi dakwah semacam ini sangat menarik perhatian masyarakat yang haus akan ilmu Al Qur’an dan Hadits. Seperti diketahui bahwa pada tahun 1950-an hingga akhir tahun 1960-an terjadi konflik yang semakin memanas antara partai-partai politik yang Islam dengan partai-partai politik yang sekuler.
Pada tahun 1973 K.H. Nurhasan Al Ubaidah menderita sakit sehingga tidak mampu lagi untuk mengelola Pondok Burengan. Pada akhirnya Dewan Guru Pondok memilih Drs. Bachroni Hertanto selaku Pimpinan Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) sebagai pimpinan pondok hingga wafatnya pada tahun 1985. Selanjutnya Direktorium Pusat LEMKARI berserta dengan Dewan Guru Pondok dan anggota civitas akademika lain memilih Drs. H. Imam Supardi sebagai Pimpinan pondok. Namun demikian karena kesibukannya sebagai pegawai negeri, ia kemudian mengundurkan diri sebagai pimpinan pondok pada tahun 1989. Untuk selanjutnya terpilihlah H. Abdul Hamid Mansur, S.H. untuk menjadi ketua pimpinan Pondok Pesantren LEMKARI. Pada tahun 19-20 November 1990 LEMKARI menyelenggarakan Musyawarah Besar (MUBES) ke-4 di Jakarta yang memutuskan antara lain perubahan nama LEMKARI menjadi LDII.5 Dengan demikian namanya juga berubah menjadi Pondok Pesantren LDII Burengan-Banjaran Kediri. Nama ini dipakai hingga saat ini. Pada saat ini pimpinan pondok dipegang oleh K.H. Kuncoro Kaseno, S.E.
B. Struktur Organisasi dan Kepengurusan
Puncak dari struktur organisasi pondok pesantren adalah Dewan Penasehat yang beranggotakan dua orang. Dewan Penasehat mempunyai tugas memberikan garis besar arah kebijakan pengembangan pondok pesantren di masa depan. Di samping memiliki fungsi konsultatif, Dewan Penasehat juga memiliki fungsi kontrol dan evaluasi terhadap kinerja yang dilakukan oleh Pimpinan Pondok. Dengan demikian Dewan Penasehat memiliki kewenangan yang sangat besar dalam menentukan arah perkembangan pondok.
Di bawah Dewan Penasehat terdapat Pimpinan Pondok yang merupakan badan eksekutif tertinggi yang bertugas menjabarkan dan mengimplementasikan arah kebijakan pengembangan pondok pesantren yang digariskan oleh Dewan Penasehat. Pimpinan Pondok bertanggungjawab atas pengelolaan seluruh perputaran roda kehidupan pondok sehari-hari. Berkembang dan mundurnya pondok ditentukan oleh kinerja Pimpinan Pondok yang dibantu oleh Wakil Pimpinan Pondok dan jajaran stafnya. Pada saat ini Pimpinan Pondok dijabat oleh K.H. Kuncoro Kaseno, S.E. sedangkan Wakil Pimpinan Pondok dipegang oleh H. Umar Shodiq.
Dalam pengelolaan kegiatan sehari-hari Pimpinan Pondok dibantu oleh staf yang terdiri dari Sekretaris dan Bendahara. Sekretaris bertanggungjawab kepada Pimpinan Pondok dalam pelaksanaan tugasnya di bidang administrasi umum pondok. Dalam mengemban tugas, sekretaris dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris. Sementara itu tugas Bendahara adalah mengelola keuangan pondok dan mempertangungjawabkannya kepada Pimpinan Pondok. Dalam pelaksanaan tugasnya, Bendahara dibantu oleh Wakil Bendahara.
Untuk pelaksanaan tugas harian dalam rangka menggerakkan dinamika pondok, Pimpinan Pondok dibantu juga oleh Koordinator Bidang dan Seksi-seksi. Dalam hal ini terdapat satu koodinator yaitu Koordinator Bidang Pendidikan yang dibantu oleh seorang Sekretaris Seksi Pendidikan dengan membawahi: Seksi Pendidikan Siswa, Seksi Pendidikan Generasi Penerus, dan Seksi Pendidikan Warga. Seksi Pendidikan Siswa bertugas mengkoordinasikan pelaksanaan proses pembelajaran para santri secara umum. Seksi Pendidikan generasi penerus (Generus) menjalankan fungsi untuk membina para santri dan remaja lingkungan pondok untuk mendalami ilmu Al Qur’an dan Hadits dengan harapan agar mereka dapat menjalankan hidupnya dengan menjadi mubaligh. Sementara itu seksi Pendidikan Warga bertugas menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pengajian dan kegiatan keagamaan lain dengan sasaran anggota keluarga para pengurus dan guru pondok. Selain itu juga terdapat sembilan Seksi di luar pendidikan yaitu Seksi Pembangunan, Seksi Keamanan, Seksi Hubungan Masyarakat, Seksi Konsumsi, seksi Kendaraan, Seksi Kebersihan, Seksi Olah Raga, Seksi Kesehatan, serta Pembantu Umum.
Di dalam struktur Bidang Pendidikan terdapat Dewan Guru yang merupakan kumpulan dari para pengajar atau ustad yang mengajar berbagai ilmu agam di Pondok. PPB memiliki 40 orang guru yang terdiri dari 30 guru pria dan 10 orang guru wanita. Anggota Dewan Guru ini sebagian besar menetap di dalam lingkungan pondok, sedangkan sisanya tinggal di luar pondok. Semua guru adalah para alumnus terbaik dari PPB. Namun demikian mereka direkrut menjadi guru PPB setelah mereka menjalani pengabdian sebagai mubaligh di daerah-daerah tugass. Pada saat mereka bertugas di daerah-daerah itulah para guru senior memantau dan menilai kinerja mereka. Jika mereka dapat menjalankan tugas dengan baik tanpa ada cacat moral dan sosial, maka mereka bisa direkrut menjadi guru di PPB sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Secara formal, Pondok Burengan tidak dapat dipisahkan dengan organisasi LDII. Antara Pondok Burengan dan organisasi LDII memiliki ikatan historis dan emosional yang sangat erat. Pondok Burengan merupakan pondok pesantren yang berada di bawah payung organisasi LDII. Sebaliknya organisasi LDII mewadahi kepentingan-kepentingan Pondok Burengan dalam berhubungan dengan lembaga-lembaga lain baik pemerintah maupun non-pemerintah. Dimensi-dimensi kegiatan dakwah dari organisasi LDII terutama yang menyangkut pendidikan para mubaligh dipersiapkan dan digodog oleh Pondok Burengan. Jadi ada semacam hubungan timbal balik antara keduanya.
Penggodogan santri calon mubaligh sebetulnya bukan hanya dilakukan di PPB saja tetapi juga di pondok-pondok pesantren yang lebih kecil yang disebut Pondok Mini. Pondok Mini ini berfungsi mendidik dan mempersiapan santri lokal agar dapat lolos test masuk PPB. Bagi daerah yang belum memiliki Pondok Mini dapat mempersiapkan hal ini di Pondok Gading Mangu di Kertosono. Pada saat ini hampir setiap daerah setingkat kabupaten / kota atau setingkat DPD (Dewan Pimpinan Daerah) LDII Kabupaten/ Kota sudah memiliki pondok mini. Namun demikian belum ada jumlah yang pasti mengenai hal ini. Yang jelas bahwa saat ini LDII sudah memiliki cabang di 32 propinsi (DPD Propinsi), 302 DPD Kabupaten/ Kota, 1637 PC (Pengurus Cabang) di tingkat kecamatan, dan 4.500 PAC (Pengurus Anak Cabang) di tingkat desa.6
Perlu dikemukakan di sini bahwa para pengurus Pondok dipilih dengan menggunakan dasar ‘musyawarah untuk mufakat’ di antara anggota Dewan Pimpinan Pusat LDII, Dewan Guru Pondok, dan civitas akademika yang lain. Prosedur ini memang sesuai dengan ajarah Islam yang menganjurkan kepada umat selalu bermusyawarah dalam memecahkan persoalan umat. Musyawarah diyakini dapat mengakomodasi berbagai pendapat dan kepentingan dalam bingkai yang sama. Oleh karena itu tidak pernah terjadi percekcokan di antara warga pondok dalam persoalan pemilihan pengurus Pondok.
C. Fasilitas
Pondok pesantren yang terletak di tengah kota Kediri ini memiliki fasilitas yang cukup lengkap yang dapat digunakan untuk proses pembelajaran para santri. Secara umum dapat dikatakan bahwa PPB memiliki kapasitas untuk menampung santri mukim sebanyak sekitar 2000 orang baik laki-laki maupun perempuan dan sekitar 50 orang pengurus dan guru pondok beserta keluarganya.
Bangunan-bangunan pondok terletak di atas tanah seluas 3,4 hektar yang terdiri dari antara lain: kantor pondok 2 lantai, bangunan parkir 7 lantai, gedung Aula Wali Barokah 3 lantai, Gedung DMC Asrama Putra 50 kamar 3 lantai, Asrama Putri 70 kamar 3 lantai, Masjid Baitil A’la 3 lantai, Menara Agung setinggi 99 meter, bangunan kamar tamu umum pria 2 lantai, kamar tamu umum wanita, kamar tamu Wisma Tenteram, Gedung Pengajian, Kantor Organisasi DPP LDII, bangunan rumah para pengasuh dan pengajar, Unit Kesehatan Pria, Unit Kesehatan Wanita, Dapur Asrama, ruang makan tamu, ruang olah raga fitness, lapangan olah raga tenis lantai, dan berbagai unit bangunan lain seperti dapur kamar mandi, ruang tamu, dan sebagainya. Beberapa dari gedung-gedung itu penggunaanya diresmikan oleh para pejabat negara seperti Gedung Aula wali barokah diresmikan oleh Menteri Siswono Yudho Usodo.
PPB tidak memiliki gedung untuk sekolah formal sebab PPB mengkhususkan pada kajian kitab dengan beberapa tambahan pelajaran praktis untuk kehidupan masyarakat. Hal ini berhubungan dengan tujuan PPB yang memang khusus mencetak para pendakwah Islam. Biasanya mereka yang masuk PPB sudah menyelesaikan pendidikan formal pada tingkat tertentu. Baru setelah mereka lulus PPB dan bertugas di daerah, maka sebagian mereka ada yang melanjutkan sekolah formal sambil menjadi mubaligh.
Para santri putri (santriwati) dan santri putra (santriwan) dipisahkan dengan menempati gedung yang berbeda, meskipun jaraknya tidak terlalu jauh dan masih satu kompleks. Antara asrama puta dan putri terpisahkan oleh masjid. Namun demikian pada jalan menuju ke masjid dibuat tanda pemisah yang terbuat dari tali antara jalan yang khusus santriwati dan santriwan agar di antara mereka tidak senggol-senggolan atau bertabrakan.
Selain memiliki sarana meja-kursi untuk mengaji sebanyak ± 1.500 unit juga terdapat fasilitas antara lain mobil van 4 unit, truk 2unit, minibus 1 unit, dan sepeda motor sebanyak 20 unit. Selain itu, untuk sarana belajar juga disediakan perpustakaan dan fasilitas komputer serta tempat praktek untuk pelajaran ketrampilan seperti menjahit, memasak, dan sebagainya. Selain itu PPB juga memiliki koperasi atau yang disebut Usaha Bersama (UB) yang menyediakan berbagai keperluan sehari-hari dan sembako (sembilan bahan pokok). Selain itu juga ada unit UB yang menangani penjualan kitab-kitab yang dibutuhkan oleh para santri dan para peziarah yang datang dari luar kota yang ingin ber-silaturrahim di PPB. Selain disediakan oleh UB, berbagai keperluan ibadah dan pakaian termasuk-kitab-kitab juga dijual oleh kios-kios yang dimiliki oleh keluarga pengurus PPB dan Dewan Guru yang tinggal di dalam kompleks PPB. Fasilitas lain adalah tersedianya air minum di dalam dispenser yang dapat digunakan oleh dan untuk kesejahteraan seluruh civitas akademika
Satu hal yang menyolok adalah bahwa fasilitas-fasilitas tersebut di atas tampak bersih dan terawat serta tidak terkesan adanya kekumuhan yang secara umum merupakan salah satu ciri khas dari pondok pesantren. Hal ini barangkali tidak luput dari peran seksi Kebersihan pondok yang dapat memberdayakan segala sumber daya yang ada di kampus.
III. Sistem Pendidikan
Visi yang ingin dicapai oleh Pondok Pesantren LDII adalah terlaksananya cita-cita yang dikenal dengan ‘Tri Sukses Pondok LDII’ yang mencakup sukses dalam bidang akhlak, alim, dan trampil/mandiri. Dalam bidang akhlak, pondok ini berusaha untuk mencetak manusia yang berwatak akhlakul karimah, mempunyai budi pekerti luhur, mempunyai tata karma, dan sopan santun dalam pergaulan masyarakat dan keluarga. Para alumni diarapkan menjadi manusia yang memiliki jati diri, berwatak budi luhur, mampu bergaul dengan masyarakat, menghargai orang tua, dan mentaati segala peraturan dan perundang-undangan. Dalam bidang ilmu, pondok ini berusaha untuk mencetak manusia-manusia yang berilmu, mempunyai bekal ilmu agama Islam yang mantap serta mampu mengamalkan ilmu agama secara benar baik secara pribadi maupun sebagai warga masyarakat. Di bidang ketrampilan dan kemandirian, pondok ini bertekad untuk mencetak insane mandiri. Oleh karena ini di samping para santri menerima pelajaran ilmu-ilmu agaa, merekajuga diberi bekal ketrampilan ssuai dengan bakatnya seperti kerampilan menjahit/ bordir, pertukangan batu/ kayu, elektronik, perbengkelan, pertanian, dan sebagainya. Denbgan demikian diharapkan setelah mereka lulus dari pondok tidak akan menggantungkan diri dapa keluarga dan orang tua, tetapi dapat hidup mandiri.
Sistem pengajaran di PPB tidak didasarkan atas penjejangan yang ketat sebagaimana sekolah formal. Misalnya dalam hal penerimaan santri tidak ada batasan waktu. Setiap bulan PPB dapat menerima santri baru atau bahkan setiap hari. Sebaliknya setiap saat PPB juga meluluskan santri-santrinya tergantung dari kesiapan para santri untuk menjalani test kelulusan, baik kelulusan masing-masing tingkat maupun kelulusan akhir. Dengan demikian pada dasarnya sistem pembelajaran di PPB ini meskipun dilaksanakan secara klasikal berdasar kelompok pembelajaran tetapi sesungguhnya bersifat individual. Bagi santri yang merasa sudah mampu dapat sewaktu-waktu mengajukan untuk test kelulusan tingkat ataupun test kelulusan akhir.
A. Kurikulum
Pondok Pesantren LDII Burengan merupakan ‘pondok tradisional plus’. Dalam hal ini santri tidak hanya diberi pelajaran ilmu agama saja tetapi juga dibekali ketrampilan sehingga bisa tercipta sumber daya manusia yang trampil dan mandiri yang dilandasi iman dan taqwa kepada Tuhan. Secara umum dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan di pondok pesantren ini bersifat non formal. Dalam hubungan ini, sistem pendidikan tidak mengenal adanya tingkatan formal dan akhir tahun ajaran. Para santri dikelompokkan atas dasar spesialisasi kitab dan daya serap ilmu yang diajarkan. Setiap santri yang sudah merasa siap dapat mengajukan ujian untuk memperoleh kelulusan.
Ada berbagai kelompok pembelajaran sesuai dengan tingkat kompetensi masing-masing santri mulai dari kelas anak-anak, pemula, hingga kelas untuk persiapan ujian. Paling tidak ada sembilan kelompok pembelajaran yaitu Cabe Rawit (usia 5-12 tahun), Menulis Arab, Bacaan Al Qur’an, Tafsir Lambatan Jawa, Tafsir Lambatan Indonesia, Tafsir Cepatan Jawa, Tafsir Cepatan Indonesia, Ujian/ Test, dan Lanjutan/ Terampil.
Pada kelompok pembelajaran Cabe Rawit, pelajaran yang diberikan adalah hafalan doa-doa shalat, praktek shalat, hafalan doa harian, thoharoh, menulis huruf Arab dan Pegon, pendidikan akhlak. Pada kelompok pembelajaran Menulis Arab diajarkan mata pelajaran menulis huruf Hijaiyah, menulis Pegon, materi Pegon. Adapun kelompok pembelajaran Bacaan Al Qur’an diberi pelajaran tajwid dan materi bacaan. Sementara itu kelompok pembelajaran Tafsir Lambatan Jawa memberikan pelajaran kajian Al Qur’an dan Hadits dalam bahasa Jawa yang disertai dengan materi kelompok lambatan, sedangkan kelompok Tafsir Lambatan bahasa Indonesia diberikan dalam bahasa Indonesia. Demikian juga kelompok pembelajaran cepatan baik bahasa Jawa maupun Indonesia materinya sama hanya saja disampaikan dalam bahasa Indonesia dengan ditambah materi kelompok cepatan.
Sementara itu kelompok pembelajaran ujian/ test (tiga bulan) memberikan pelajaran lebih komprehensif yaitu: bacaan Al Qur’an, Tafsir Al Qur’an, Metode Dakwah, Manajemen, Penyuluhan Hukum, Penyuluhan Kesehatan, dan Keputrian. Adapun kelompok pembelajaran Terampil/ Lanjutan berlangsung selama 1 tahun dengan mendapatkan materi Tafsir Kutubussitah (Kajian enam hadits sahih).
B. Bahan Ajar
Bahan ajar pokok yang digunakan dalam proses pembelajaran di Pondok Pesantren Burengan adalah sumber asli agama Islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadits. Para kyai dan santri memanfaatkan kedua kitab itu sebagai sumber primer. Kitab-kitab yang sifatnya sekunder karya para ulama tidak digunakan. Memang betul bahwa hampir semua pondok pesantren mendasarkan diri pada Al Qur’an dan Hadits, namun bahan ajar yang digunakan tidak langsung pada kajian-kajian kedua kitab itu, tetapi menggunakan kitab-kitab sekunder karya para ulama besar terdahulu seperti kitab fiqih, tauhid, dan sebagainya. Di samping kedua kitab utama itu juga diajarkan beberapa ilmu tambahan seperti ilmu tawid, menulis Arab, bahasa Arab, Nahwu, Sorof, Usul Fiqih, Mustholah Hadits, dan sebagainya. Sementara itu materi ketrampilan terdiri dari berbagai kursus sesuai dengan bakat mereka. Sedangkan materi yang berkaitan dengan kemasyarakatan dan pemerintahan, pondok ini mengajarkan olah raga, bakti sosial, bahasa Indonesia, metode dakwah, manajemen, dan sebagainya.
Kitab Al Qur’an yang menjadi bahan kajian sama dengan kitab yang dipakai oleh masyarakat umum seperti terbitan Toha Putera, Gunung Agung, dan sebagainya. Seringkali kitab Al Qur’an yang digunakan oleh para santri dan kyai berasal dari terbitan negara-negara Timur Tengah, khususnya Beirut. Terbitan ini diperoleh ketika para santri menunaikan ibadah haji di Mekkah ataupun titip kepada calon haji untuk dapat dibelikan di sana. Kadang-kadang mereka memperoleh kitab itu dari oleh-oleh sahabat mereka yang baru saja datang dari Mekkah. Seringkali kitab-kitab terbitan luar negeri ini berfungsi ganda yaitu sebagai bahan ajar dan sekaligus sebagai kebanggaan yang dipajang di almari. Sudah barang tentu kitab-kiab hadits yang dibeli di Mekah ataupun Madinah merupakan kitab-kitab hadits besar. Namun demikian ada juga yang memperoleh kitab itu dengan cara membeli dari toko-toko kitab di Indonesia.
Biasanya kitab Al Qur’an yang dipakai oleh para kyai dan santri berupa kitab ‘kosongan’ dalam arti bukan kitab yang sudah diberi terjemahan. Para santri, khususnya santri pemula, lebih memilih kitab Al Qur’an yang lembaran halamannya memiliki space yang lebar yang memungkinkan mereka dapat mengisinya dengan makna yang diajarkan oleh sang kyai di sela-sela di antara baris yang ada. Dengan demikian kitab-kitb yang sudah dimaknai (seperti terbitan Departemen Agama) tidak digunakan dalam PPB.
Bahan ajar pokok ke dua adalah kitab-kitab hadits atau sunnah nabi. Kitab ini merupakan kitab yang dihimpun oleh para penghimpun hadits yang berisi segala pikiran, ucapan, tindakan dan tauladan Nabi Muhammad SAW. Kesaksian dari orang-orang yang masih sempat berguru dengan pendiri PPB yaitu KH Nur Hasan Al Ubaidah mengatakan bahwa kyai itu menguasai ilmu Hadits (memberi makna dan keterangan) sebanyak 49 jenis himpunan Hadits yang terdiri dari 6 hadits yang biasanya dikategorikan sebagai kutubussitah (yang tingkat kesahihannya diakui semua sekte Islam kecuali Syiah dan beberapa sekte yang mengingkari keabsahan hadits nabi) dan sisanya adalah berbagai hadits komplemen. Kitab-kitab hadits kutubussitah terdiri dari himpunan hadits yang disusun oleh Buchori, Muslim, Ibn Majjah, Abi Daud, Sunan Tirmidzi, dan Nasa’i.
Selain kitab hadits-hadits besar, juga dijumpai bahan ajar yang berupa kitab-kitab himpunan. Kitab himpunan merupakan cuplikan-cuplikan hukum-hukum atau dalil-dalil dari Al Qur’an dan Hadits yang disusun berdasarkan bidang atau topic tertentu seperti Kitabussholah (kitab tentang shalat), Kitabudda’wat (kitab kumpulan doa-doa), Kitabul Ilmi (kitab tentang kewajiban belajar ilmu agama), Kitabul Imaroh (kitab tentang keimaman), dan sebagainya. Berdbeda dengan kitab Al Qur’an dan Hadits, kitab-kitab himpunan ini disusun sendiri oleh pondok pesantren. Dalil-dalil yang dituangkan dalam kitab-kitab himpunan ini merupakan dasar-dasar hukum yang kuat dan applicable.
Jika dilihat dari isinya, kitab-kitab himpunan ini merupakan pengantar bagi para pemula atau jamaah baru. Penggunaan kitab himpunan untuk para pemula ini didasari atas pertimbangan jika mereka langsung belajar dari kitab-kitab besar saja maka berbagai jenis amalan urgen yang harus segera dilakukan tidak bisa segera diamalkan secara benar. Oleh karena itu jika ada jamaah baru maka di samping mereka mengkaji kitab-kitab besar, juga diberikan kitab-kitab himpunan agar dapat segera beramal secara benar sehingga jika meninggal sewaktu-waktu mereka sudah dalam pengamalan yang benar. Dalam hubungan itu kitab-kitab hadits besar merupakan bahan ajar pengayaan dan pendalaman.
Bahan ajar yang juga sangat penting dalam menjaga keimanan para santri adalah nasehat-nasehat ulama yang dituangkan dalam bentuk teks tertulis. Teks ini disebarluaskan dan menjadi bahan pembinaan baik bagi para santri di pondok pesatren Burengan maupun warga LDII secara umum. Teks nasehat ini berisi nasehat-nasehat dalam konteks mengatasi persoalan-persoalan actual dengan menggunakan dasar-dasar hukum Islam yaitu Al Qur’an dan Hadits. Dalam hukum Islam nasehat ulama merupakan salah satu bentuk dasar hukum Islam yang disebut ijma’ atau ijtihad.
C. Kegiatan Santri
Para santri biasanya bangun atau dibangunkan pada waktu pukul 02.00 dini hari untuk melakukan sholat malam (sholat tahajud, sholat hajad, sholat tasbih, dan sebagainya), dzikir, dan doa sepertiga malam yang terakhir yang diyakini merupakan waktu yang mustajab (manjur) untuk memanjatkan doa kepada Allah. Bagi santri yang tidak mengantuk dan masih memiliki semangat akan terus melakukan doa hingga menjelang waktu sholat subuh. Setelah menunaikan sholat subuh, para santri kemudian mengaji Al Qur’an secara umum, yaitu bacaan, makna, dan keterangan. Pengajian yang diselenggarakan di masjid Baitil A’la ini diikuti oleh semua kelompok pembelajaran. Mereka duduk dengan santai di lantai masjid dengan memegang kitab mereka masing-masing. Kegiatan ini berlangsung hingga pukul 06.00. Setelah itu para santri kemudian istirahat. Pada umumnya mereka melakukan persiapan belajar dan ada juga yang mencuci pakaian. Mereka makan pagi mulai pukul 07.00.
Pelajaran dimulai pukul 08.00 hingga pukul 09.30 sesuai dengan kelompok pembelajaran mereka masing-masing. Setelah istirahat selama setengah jam, mereka belajar lagi dari pukul 10.00 hingga pukul 11.00. Setelah itu mereka diberi kesempatan untuk istirahat hingga sholat dhohor. Kegiatan selanjutnya adalah makan siang dan istirahat hingga pukul 14.00. setelah itu mereka menerima pelajaran lagi hingga waktu sholat asar sekitar pukul pukul 15.00. Setelah sholat mereka istirahat sambil nderes atau memperdalam kitab secara sendirian ataupun dengan teman-teman kelompok ataupun sekedar membaca Al Qur’an.
Setelah mandi dan makan sore mereka bergegas ke masjid untuk persiapan sholat maghrib. Sambil menunggu imam sholat, biasanya mereka membaca Al Qur’an. Setelah sholat maghrib dilanjutkan dengan nasehat dari pengurus pondok ataupun dari ustadz. Kegiatan ini berlangsung hingga menjelang sholat isya’. Setelah sholat isya’ dilanjutkan dengan pelajaran hingga pukul 10.00. Setelah itupara santri dipersilahkan untuk istirahat tidur. Namun demikian biasanya nderes terlebih dahulu sebelum tidur. Mereka dibangunkan pukul 02.00 malam. Apa yang menarik adalah setelah bangun mereka harus mengadakan apel sesuai dengan kelompok masing-masing dan diabsen untuk melakukan sholat malam dan doa sepertiga malam yang terakhir.
Selain kegiatan harian sebagaimana yang digambarkan di atas juga ada kgiatan mingguan. Kegiatan ini khsusus untuk melatih para santri untuk dapat berorasi di depan publik. Kegiatan ini dilakukan setiap hari Jumat pukul 13.30 yang dilakukan secara berkelompok dan bergiliran. Tidak ada kegiatan bulanan secara khsusus di PPB. Sementara itu kegiatan semesteran atau semesteran berupa khataman Al Qur’an, kemudian enam bulan berikutnya khataman Al Qur’an lagi, namun enam bulan berikutnya bukan khataman Al Qur’an tetapi khataman khutubussitah (kitab hadits enam) dan setelah itu kembali khataman Al Qur’an dan seterusnya. Biasanya kegiatan khataman ini bukan hanya diikuti oleh para santri yang ada di PPB tetapi juga dari pondok mini lain yang ada di seluruh Indonesia, bahkan tidak sedikit pula para warga LDII dari seluruh penjuru dunia yang memiliki kesempatan dan biaya akomodasi mengikuti kegiatan ini. Kegiatan tahunan lain adalah pondok romadhlon. Kegiatan ini diisi dengan kajian-kajian kitab secara marathon mulai setelah shalat subuh pada pagi hari hingga pukul 22.00. Bahkan pada sepuluh hari terakhir di bulan romadhlon (malam lailatul qodar) kegiatan pengajian dilakukan hingga pukul 24.00. Jumlah santri pun juga mengalami peningkatan hampir dua kali lipat, karena banyak peserta yang berasal dari luar santri PPB.
D. Rekruitmen Santri
Dalam dunia Islam sangat dipercayai bahwa ilmu merupakan hidupnya agama, ‘al ilmu hayatul islam’. Jadi hidup dan mati Islam dan para pemeluknya tergantung pada apakah ilmu agama Islam itu dikuasai dan diamalkan oleh muslim atau tidak. Jika ilmu Islam tidak tersosialisasikan di kalangan umat Islam, maka roh Islam akan hilang. Oleh karena itu sangat mudah untuk dipahami jika kegiatan pengajian ilmu Islam menjadi sangat krusial dan mendapatkan prioritas utama di Pondok Pesantren LDII Burengan ini.
Meskipun sosialisasi nilai-nilai Islam sudah dilakukan di masjid-masjid LDII yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia dengan intensitas yang cukup tinggi (rata-rata 4 kali seminggu), namun pembentukan kader-kader pendakwah di masjid-masjid dan masyarakat merupakan kunci pengembangan Islam. Oleh sebab itu sesugguhnya masjid-masjid dan surau LDII yang tersebar di desa-desa maupun kota-kota merupakan pesantren-pesantren massal. Dengan demikian efek pengembangan dalam masyarakat juga menjadi semakin cepat.
Rekruitmen dan penerimaan santri di Pondok Pesantren LDII Burengan dilakukan dengan dua cara. Cara yang pertama adalah sistem ‘kiriman’. Dalam sistem ini masjid-masjid di tingkat PAC (Pengurus Anak Cabang)/ pada tingkat dengan dikoordinasikan oleh PC (Pengurus Cabang)/ pada tingkat kecamatan melalui mekanisme organisasi LDII mengirimkan pemuda-pemudi yang memiliki akhlak yang baik dan kemampuan yang memadai untuk mengikuti pendidikan di Burengan. Bisanya, pada tingkat PC mereka mengirimkan tiga calon mubaligh untuk belajar di Pondok Burengan. Masa belajar mereka rata-rata satu tahun. Setelah lulus mereka diwajibkan untuk mengikuti ‘tugasan’ atau ditugasi di daerah-daerah yang membutuhkan. Jika ditugaskan di Luar Jawa, para mubaligh tugasan ini minimal harus bertugas selama satu setengah tahun, sedangkan jika ditugaskan di Jawa, mereka memiliki masa tugas lebih pendek yaitu satu tahun. Adapaun biaya yang digunakan untuk pendidikan santri kiriman itu adalah sodaqoh dari dari jamaah dan seringkali juga berasal dari ‘bapak angkat’. Dengan demikian ada upaya saling tolong-menolong dalam pencerdasan kaum santri ini.
Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai ‘mubaligh tugasan’, jika mereka diminta oleh daerah tugasan untuk meneruskan menjadi pendakwah di daerah tugasan itu maka merekapun memiliki kebebasan untuk menentukan sikap apakah menerima ataukah menolak. Mereka juga mempunyai kebebasan untuk memilih menerima tugasan baru dengan cara melaporkan diri ke Pondok Burengan untuk ditugaskan kembali sesuai dengan permintaan masyarakat.
Cara yang kedua adalah rekruitmen secara sukarela dari para jamaah yang berkeinginan untuk belajar di Pondok Burengan. Biasanya mereka berasal dari keluarga ulama atau dari keluarga yang menginginkan anaknya menjadi ulama. Namun demikian untuk menjadi santri yang berasal dari rekruitmen sukarena ini harus mondok dulu di Pondok Gading Jombang atau ‘pondok mini’ lain. Baru setelah lolos seleksi mereka dapat belajr di Pondok Burengan. Jadi mekanisme test juga dilakukan oleh Pondok Burengan. Bagi mereka yang lolos test masuk dapat langsung belajar di Pondok Burengan, namun yang tidak lolos test harus mondok dulu di pondok mini.
Ditinjau dari asal sosial mereka, para santri yang kemudian menjadi mubaligh atau pendakwah sangat bervariasi. Ada santri yang berasat dari keluarga miskin dan sebaliknya tentu juga ada santri yang berasal dari keluarga kaya. Sangat menarik bahwa para santri di Burengan berasar dari berbagai daerah di Indonesia, bahhkan juga dari luar negeri. Hal ini juga tidak terlepas dari adanya masid-majin LDII yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia dan bahwa juga di luar negeri seperti Malaysia, Singapuira, Brunei, Suriname, Eropa dan sebagainya.
Setelah para santri dapat menyelesaikan paket pembelajaran (baik di Burengan maupun di pondok pesantren LDII yang lain), mereka langsung ditugaskan di masjid-masjid. Mereka akan menyebarkan ilmunya kepada jamaah-jamaah yang sesuai dengan sistem pembelajaran di pesantren. Dengan demikian pada hakekatnya semua warga LDII juga merupakan santri. Jadi tidak ada proses ‘elitisasi’ ilmu Islam karena hakekatnya setiap orang Islam harus berilmu dan ini berarti setiap warga LDII juga ulama.
E. Metode Pembelajaran
Dalam Islam, pembelajaran pada hakekatnya adalah proses pemindahan pesan-pesan dari satu orang kepada orang lain. Metode pembelajaran yang digunakan baik dalam pondok pesantren maupun pengajian di masjid-masjid yang diikuti oleh jamaah biasa adalah metode sebagaimana yang digunakan oleh Nabi. Jadi ada semacam gerakan pemurnian dalam metode pembelajaran. Dalam agama Islam, sejak nabi Muhammad SAW dan para khalifah serta sahabat , proses pemindahan pesan-pesan yang terkandung dalam Al Qur’an dan Hadits dilakukan melalui metode membaca, menulis, dan mendengar yang dalam ilmu komunikasi disebut sebagai verbal communication. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW: ‘Kalian mendengar (ilmu dariku), kemudian kalian didengar oleh murid kalian dan murid kalian didengar ole muridnya’ (Hadits Riwayat Abu Dawud). Jadi metode transfer ilmu dalam PPB mencakup dua aspek sekaligus yaitu komunikasi lisan (oral communication) dan komunikasi tulisan (written communication).
Oleh karena metode ini bukan hanya diterapkan di Pondok Burengan saja tetapi juga di seluruh pondok LDII maka para jamaah biasa sudah terbiasa dengan metode pembelajaran di pesantren. Metode ini merupakan metode pembelajaran di mana guru menyampaikan makna dan keterangan serta sejarah turunnya ayat-ayat atau hadits yang bersangkutan. Materi yang diampaikan oleh mubaligh itu berasal dari gurunya dan seterusnya sambung-menyambung hingga sampai kepada para sahabat dan Nabi. Demikian juga para santri akan menyampaikan bahan ajar itu kepada orang lain menjadi binaannya. Jadi metode pembelajaran ini saling mengikat secara keilmuan atau guru dan murid memiliki hubungan yang tiada terputus bagaikan rantai yang teputus-putus.
Dalam kontek ini, pelaksanaan metode pembelajaran Islam yang murni dan konsisten akan mengokondisikan kemurnian ajaran Islam itu sendiri. Metode ini menjauhkan pikiran-pikiran ke arah reintepretasi terhadap hukum-hukum Islam yang akan menimbulkan perpecahan-perpecahan agama. Memang ijtihad diakui sebagai salah satu dasar hukum tetapi ijtihad ini diarahkan untuk memberi jalan keluar terhadap persoalan-persoalan aktual dengan dasar hukum Al Qur’an dan Hadits.
Sebaliknya pembelajaran yang islami ini juga dapat dilakukan dengan cara murid, karena mungkin murid sudah pandai, membacakan kitab, makna, dan keterangan. Sementara itu guru mendengarkan, membenarkan atau menyalahkan. Jika santri sudah membacakan kitab di hadapan guru dan jika sang guru bisa menerimanya maka ilmu sang murid sudah sah. Cara seperti ini isebut sebagai munawalah.
F. Jaringan Pembelajaran
Sebagaimana yang terjadi dalam dunia pesantren pada umumnya, hubungan kyai dan santri tidak hanya terbatas pada hubungan dalam bidang ilmu agama yaitu ketka santri sedang berguru, tetapi juga masa-masa setelah mereka keluar dari pesantren. Pondok Burengan dan pondok-pondok pesantren LDII membangun jaringan hubungan antara kyai dan santri tidak hanya dalam kehidupan pondok pesantren tetapi juga ketika santri telah lulus.
Dalam komunitas LDII, hubungan kyai dengan santri atau dengan jamaah biasa tidak hanya didasarkan atas hubungan-hubungan kekerabatan sesama muslim, namun juga lewat hubungan ilmu agama. Dalam hal ini ada program rutin di mana secara periodik mubaligh-mubaligh dikirim ke Pondok Burengan penyegaran kajian Al Qur’an dan Hadits. Kegiatan ini disebut ‘asrama’. Biasanya ‘asrama’ pada musim tertentu mengkaji kitab tertentu pula seperti khusus Al Qur’an saja atau Hadits Muslim saja, dan sebagainya. Asrama berlangsung selama beberapa hari atau kadang juga beberapa minggu sesuai dengan taget pengkataman kitab tertentu atau juz tertentu. Kegiatan ‘asrama’ ini dapot dipandang sebagai kegiatan refresh atau penyegaran kembali terhadap ilmu yang dikuasai oleh para santri yang barangkali sudah lama tidak lagi mengkajinya. Dengan demikian mereka akan segar dan ingat kembali ilmu yang ditulisnya dalam kitab-kitab mereka.
Dapat juga asrama ini diselenggarakan denggan cara mengundang kyai untuk menyampaikan kajian ilmu mereka di daerah-daerah. Kyai dari Pondok Burengan dapat datang sesuai dengan permohonan daerah. Dapat pula terjadi secara resmi kyai diutus oleh Pondok Burengan ke daerah-daerah untuk menyampaikan pembelajaran di masjid-masjid di daerah. Sementara itu di tingkat daerah, metode semacam ini juga diselengarakan dengan peserta para mubaligh di tingkat lokal (di tingkat PAC atau setingkat desa dan PC atau setingkat kecamatan). Bahkan para peserta itu bukan hanya para mubaligh lulusan Pondok Pesantren Burengan, tetapi juga para pengurus atau takmir di tingkat lokal. Dengan demikian hubungan antara kyai dengan santri dan jamaah dalam bidang keilmuan masih terjaga dengan baik.
IV. Hubungan Sosial dengan masyarakat
A. Penugasan
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa rekruitmen santri di Pondok Pesantren Burengan berasal baik dari kiriman takmir-takmir masjid maupun dari para jamaah yang secara sukarela ingin memperdalam secara efektif ilmu agama di pondok pesantren.7 Para santri yang telah menamatkan pelajaran di Pondok Pesantren Burengan biasanya langsung ditugaskan oleh pondok untuk mengabdikan ilmunya di masjid-masjid yang memang membutuhkan. Seperti diketahui bahwa masjid-masjid ini merupakan suatu unit komunitas terkecil yang sebetulnya secara langsung memiliki umat. Oleh karena itu para takmir masjid ini sebetulnya yang mengetahui secara pasti apakah mereka membutuhkan tambahan mubaligh atau tidak. Mereka yang biasanya menyampaiakn kebutuhan akan mubaligh untuk kemudian pengurus pada tingkat kota atau kabupaten menyampaiakan kepada Pondok Burengan. Pada saat sekarang ini sudah jarang satu masjid hanya memiliki satu mubaligh. Kebanyakan setiap masjid sudah memiliki dua hingga 3 mubaligh dan bahkan banyak pula yang memiliki tiga mubaligh, terutama di kota-kota.
Selama penugasan pertama itu para mubaligh pemula langsung terjun di masjid-masjid untuk melayani para jamaah. Mereka harus berkonsultasi dengan mubaligh-mubaligh setempat. Selain itu mereka juga harus berkoordinasi dengan para pengurus atau takmir masjid setempat dalam pelayanan umat. Demikian juga para mubaligh muda ini harus melakukan pendekatan dengan para jamaah setempat beserta masyarakat yang ada di sekitar masjid yang mungkin hanya sebagian kecil yang ikut kegiatan pengajian di masjid-masjid LDII. Dengan demikian peran mubaligh sangat signifikan dalam pembentukan citra warga LDII di tingkat lokal. Sang mubaligh muda harus dapat bertindak sebagai suri tauladan bagi jamaah setempat.
Selama masa penugasan para mubaligh muda ini biasanya tidak diperbolehkan pulang ke rumah orang tua. Mental mereka digembleng untuk terbiasa jauh dengan orang tua serta dapat mandiri. Suatu hal yang menarik adalah bahwa selama bertugas, kehidupan ekonomi mereka secara ‘bil ma’ruf’ atau secukupnya ditanggung oleh jamaah masjid yang dibinanya.
Setelah masa penugasan selesai, mereka dibebaskan untuk pulang ke rumah orang tua. Untuk selanjutnya mereka harus siap untuk ditugaskan ke berbagai daerah baru jika mereka masih menginginkan. Untuk selanjutnya daerah (tingkat kota atau kabupaten) yang akan menentukan di masjid mana mereka harus mengabdi.
B. Praktik Budi Luhur
Dalam pembelajaran di Pondok Pesantren Burengan ditekankan bahwa pemahaman terhadap Al Qur’an dan hadits secara intelektual belum cukup. Para santri ditekankan untuk memiliki afeksi dan psikomotor islami sebagai manifestasi dari pemahamannya terhadap hukum Islam. Jika pemahaman secara intelektual terhadap hukum Islam barangkali lebih berhubungan dengan kehidupan pribadi, tetapi aspek-aspek sikap dan tingkah laku lebih banyak berhubungan dengan orang lain. Aspek-aspek yang disebutkan terakhir inilah yang akan menciptakan pencintraan terahadp warga LDII. Tingkat penerimaan masyarakat terhadap gerakan yang dibawa oleh LDII sangat bergantung kepada aspek sikap dan tingkah laku para mubaligh pada khususnya dan warga LDII pada umumnya. Oleh karena itu Pondok Pesantren Burengan selalu menekankan pentingnya memiliki budi luhur atau akhlaqul karimah bagi segenap warga LDII.
Praktik budi luhur di dalam masyarakat mencakup beberapa hal, antara lain mengagungkan dan taat kepada orang tua, mengagungkan kepada para ulama, budi luhur terhadap sesama muslim, dan budi luhur terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Sikap mengagungkan dan taat kepada orang tua (selagi tidak perintah maksiat) merupakan amal sholih dan sekaligus perintah dari Allah meskipun orang tua itu bukan seorang muslim. Praktik budi luhur kepada orang tua anatara lain bertutur kata dengan bahasa yang halus atau sopan, bila disuruh segera melaksanakan jika tidak maksiyat, bila dinasehati anak harus mendengarkan dan tidak memotong pembicaraan, senang membantu pekerjaan orang tua di rumah, tidak bohong dan jujur kepada mereka, dan sebagainya.
Bersikap mengagungkan kepada para ulama merupakan suatu kewajiban. Kepada para santri dan warga LDII selalu ditekankan tentang pentingnya sikap mengagungkan kepada para pengurus. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan bahwa mereka memiliki andil yang besar dalam mencerdaskan masyarakat. Para ulama dan mubaligh juga merupakan ‘wasilah’ atau perantara bagi ilmu-ilmu Islam. Beberapa contoh sikap dan prilaku yang menunjukkan sikap mengagungkan ulama antara lain: memanggil dengan panggilan yang sopan, berbicara dengan nada suara yang rendah, jika ulama berbicara maka harus mendengarkan, tidak membelakanginya ketika sedang dalam pengajian, jika ulama berbuat kesalahan ketika mengajar tidak boleh dihina, dan sebagainya.
Terhadap sesama muslim juga dikembang sikap budi luhur. Sesama muslim harus dibangun sikap ukhuwah islamiyah atau persaudaraan dalam Islam. Di dalam pembelajaran di Pondok Pesantren Burengan, semangat persaudaaan Islam ini betul-betul sangat ditekankan. Hal ini antara lain dapat diliohat dari semangat dan sikap bahwa harta sesama muslim adalah haram untuk diambil secara tidak sah, sesama muslim tidak boleh saling menghina dan menjatuhkan namanya. Di samping itu ditekankan bahwa sesama muslim tidak bolah saling membunuh. Ajaran moral yang Islami semacam ini sangat menarik sebagai bekal yang berarti bagi santri alumni Pondok Burengan Kediri.
Keberadaan warga LDII di tengah-tengah masyarakat bagaikan ikan yang berada di dalam air. Oleh karena itu pembinaan akhlak di Pondok Pesantren Burengan juga selalu menekankan betapa pentingnya para alumni pondok membangun hubungan baik dan kemitraan dengan masyarakat di mana mereka mengabdikan ilmu agamanya. Mereka yakin bahwa dakwah dengan perbuatan (bil khal) menjadi sarana yang hebat untuk mnyebarkan Islam. Beberapa ajaran dalam kaitannya dengan budi luhur kepada masyarakat antara lain: apabila bertemu dengan tentangga menyapa, apabila melewati sekelompok masyarakat menyapa dengan sopan, melayat warga yang sedangminggal dengan memberikan sumbangan, menjenguk tetangga yang sakit, ikut berpartisipasi dalam kerja bakti, meminta ijin jika tidak bisa mengikuti kegiatan RT, menyadari kekurangan dan mudah memaafkan, dan sebagainya.
Di samping itu ajaran moral yang betul-betul ditekankan di Pondok Burengan dan bahkan di masjid-masjid LDII yang lain adalah adanya enam tabiat luhur yang mencakup rukun, kompak, kerjasama yang baik, jujur, amanah, mujhid muzhid (hemat). Dengan ‘doktrin’ moral ini diharapkan para alumni Pondok Burengan betul-betul menjadi warga masyarakat dan warga negara yang baik yang akan mampu menciptakan iklim kedamaian dalam masyarakat.
C. Kerjasama dengan Masyarakat Sekitar
Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya bahwa pesantren bukanlah symbol dari ‘elitisasi’ ilmu Islam. Dalam hubungan itulah Pondok Burengan berusaha untuk menghilangkan kesan adanya keterpisahan antara pondok pesantren dengan masyarakat di sekitarnya. Di bidang ekonomi, Pondok Burengan meluncurkan program ekonomi mandiri dengan cara mendirikan UB (Usaha Bersama) yang merupakan unit retail yang bukan hanya melayani warga pondok namun juga melayani masyarakat di sekitarnya.
Selain itu di bidang kemasyarakatan Pondok Burengan juga menjalin hubungan yang sinergis dengan pemerintah kabupaten Kediri untuk memperkuat ukhuwah antara ulama dengan umara. Bukti yang dapat dikemukakan di sini adalah keikutsertaan Pondok Burengan dalam lembaga Paguyuban Antar Umat Agama dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Lembaga ini merupakan badan kerjasama antar umat beragama dalam mengatasi berbagai persoalan yang harus dipecakan bersama-sama.
V. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil beberapa kesimpulan:
Meskipun gerakan dakwah yang dilakukan oleh Pondok Pesantren LDII Burengan merupakan gerakan dakwah untuk kembali kepada kemurnian Al Qur’an dan Al Hadits, namun dengan menerapkan model pembelajaran yang berorientasi kepada pembinaan akhlak (konsep budi luhur) ternyata menghasilkan sebuah gerakan dakwah Islam yang damai yang lebih menekankan segi-segi budaya dan intelektualitas dalam mengaktualisasi hukum-hukum agama.
Aktualisasi budi luhur atau akhlaqul karimah yang diajarkan di Pondok Pesantren Burengan dapat berlangsung relatif permanen karena dikondisikan oleh jaringan pembelajaran yang solid yang termanifestasikan dalam hubungan yang selalu terjaga antara alumni pondok dengan lembaga pondok lewat media ‘asrama’ yang diselenggarakan secara periodik.
Pendekatan kultural dan intelektual dalam menanamkan hukum-hukum Islam yang murni telah melahirkan gerakan dakwah Islam yang damai.
1 Bahkan pada tahun 1997, Pondok Pesantrenini tercatat memiliki santri sebanyak 1728 orang dengan perincian 868 laki-laki dan 860 perempuan. Lihat Departemen Agama Republik Indonesia, Data Potensi Pondok Pesantren Seluruh Indonesia Tahun 1997 (Jakarta: Departemen Agama RI, 1997), hlm. 819.
2 Santri mukim merupakan sebutan untuk santri yang bertempat tinggal di pondok pesantren selama belajar di pesantren, sedangkan santri mukim merupakan santri yang bertempat tinggal di luar komplek pondok pesantren.
3 Lihat misalnya Muhtarom H.M., ‘Urgensi Pesantren dalam Pembentukan Kepribadian Muslam’, dalam: Ismail S.M., Nurul Huda, dan Abdul Kholiq (eds), Dinamika Pesantren dan Madrasah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 39-48.
4 Istilah asrama mengacu kepada kegiatan pengkhataman kitab secara marathon dalam waktu tertentu. Dalam acara ini para peserta, terutama yang berasal dari luar kota, biasanya menginap atau berasrama di pondok pesantren sehingga dapat sepenuhnya mengikuti kajian kitab.
5 Ludhy Cahyana, Islam Jamaah di Balik Pengadilan Media Massa: Suatu Analisis mengenai Pembunuhan Karakter terhadap Lemkari/ LDII (Jakarta: Benang Merah, 2003), hlm. 36-40.
6 Abdullah Syam, ‘Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah islam Indonesia Periode 1998-2005’, dalam DPP LDII, Himpunan Keputusan MUNAS VI Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Jakarta 11-13 Mei 2005 (Jakarta: DPP LDII, 2005), hlm. 43-44.
7 Setiap masjid LDII biasanya memiliki paling tidak 1 mubaligh yang secara khusus memberikan pengajian-pengajian baik untuk anak-anak maupun remaja dan orang dewasa, baik pemula (mualaf) maupun orang yang sudah lama memeluk Islam (mukalaf).
source: Asian Research Center, Toyo University, Jepang kerjasama Jurusan Sejarah Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia